Metode
dan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa
Studi Islam (Islamic Studies) menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Maka telebih dahulu harus di bedakan antara kenyataan, pengetahuan, dan ilmu.
Setidaknya ada dua
kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed
reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyata karena kita bersepakat
menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang dialami orang lain dan kita
akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri
(experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis kenyataan itu,
pegetahuan pun terbagi menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui
persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung atau
observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang
dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui
pengalaman kita sendiri.
Bagaimanapun beragamnya
pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti diingat, bahwa setiap tipe
pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang
diketahui menjadi sesuatu yang sahih (valid) atau benar (true).
Kesahihan pengetahuan
benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yang kita peroleh
melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur).
Sumber pengetahuan kedua adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan
yang dihasilkan melalui penemuan-penemuan baru oleh mereka yang mempunyai
wewenang dan keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas sebagai pengetahuan
bergantung pada status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.
Berbeda dengan
pengetahuan, ilmu dalam arti science menawarkan dua bentuk pendekatan terhadap
kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality,
melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus untuk menemukan kenyataan
itu. Ilmu menawarkan pendekatan khusus yang disebut metodologi, yaitu
ilmu untuk mengetahui.
Metode terbaik untuk
memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk
memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu dalam
arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge).
Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari
pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian
ini tidak mempelajari ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar
jangkauan pengalaman manusia. Demikian juga mengenai keadaan sebelum dan
sesudah mati, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal seperti ini
menjadi kajian agama. Namun demikian, pengetahuan agama yang telah tersusun
secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, dapat juga dinyatakan sebagai
ilmu agama.
Menurut Ibnu Taimiyyah
ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ dan matbu’. Ilmu yang mempunyai
sifat yang pertama ialah ilmu yang keberadaan obyeknya tidak memerlukan
pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tersebut. Sifat ilmu yang
kedua, ialah ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung pada pengetahuan dan
keinginan si subyek.
Berdasarkan teori ilmu di
atas, ilmu di bagi kepada dua cabang besar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan
kedua ilmu tentang makhluk-makhluk ciptaan Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu
kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh,
dan metodologi dalam arti umum. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode
ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.
Ilmu pada kategori kedua,
menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu menurut pengertian para
pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas prosedur metode ilmiah dan
kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini adalah cara mengetahui sesuatu
dengan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah
dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah sering
dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan
gabungan dari metode deduktif dan induktif. Dalam kontek inilah ilmu agama
dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadi disiplin ilmu
tersendiri, harus dipelajari dengan menggunakan prosedur ilmiah. Yakni harus
menggunakan metode dan pendekatan yang sistematis, terukur menurut
syarat-syarat ilmiah.
Dalam studi Islam dikenal
adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam memahami Islam. Penguasaan dan
ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggap sepele. Karena penguasaan
metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya.
Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu,
dan bukan menjadi produsen. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan dalam
menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang
metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.
Diantara metode studi
Islam yang pernah ada dalam sejarah, secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan
membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama
lainnya. Dengan cara yang demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang
obyektif dan utuh. Kedua metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang
memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif,
kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah
digunakan untuk memahami Islam yang nampak dalam kenyataan histories, empiris,
dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami
Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini
seseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama agama yang mutlak benar.
Hal ini di dasarkan kerena agama berasal dari Tuhan, dan apa yang berasal dari
Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan
melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek
kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.
Metode-metode yang
digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dpandang tidak cukup
lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh
para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches)
ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian.
Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama. Diantaranya
adalah pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis,
histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yang
dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam
memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama
dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu
social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.
Mengenai banyaknya
pendekatan ini, penulis tidak akan menguraikan secara keseluruhan pendekatan
yang ada, melaikan hanya pendekatan histories sesuai dengan judul di atas,
yakni pendekatan histories.
Sejarah atau histories
adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsure tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan
sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat emiris
dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam
empiris dan histories.
Pendekatan kesejarahan
ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena gama itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan.
Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap
agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia
mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya
kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi
konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang
berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yang merujuk
kepada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan
legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau
singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang
telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur’an, atau bias jadi
merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya
konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu
kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan demikian,
lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini,
kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret.
Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah
termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang
konkret.
Selanjutnya, jika pada
bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang
komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang
berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan
untuk memperoleh hikmah.11 Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami
al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah
turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an
yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi
sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat
mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum
tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
0 Response to "Metode Pendekatan sejarah dalam Studi Islam"
Post a Comment