Pelaksanaan Hukum Islam (Ibadah Mahdhah)


Aplikasi Syariah


Hasil gambar untuk ibadah mahdhah

            Aplikasi atau pelaksanaan hukum Islam sebagaimana yang telah disebutkan di atas selain bertujuan menunjukkan kepatuhan kepada Allah SWT dan mencari ridha-Nya juga untuk memberikan panduan/ bimbingan kepada manusia dalam menempuh kehidupannya demi terwujdnya atau terciptanya keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat (Q.S 51:56; Q.S 2:201). Berdasarkan tujuan tersebut menurut Amir Syarifuddin I, (1997: 5), hokum Islam itu mengandung dua bidang pokok, yaitu berikut ini.

      1)   Kajian tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat amaliah dan harus  diikuti umat Islam dalam kehidupan beragama, yang disebut fiqih.

    2)   Kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam menghasilkan perangkat peraturan yang terinci itu disebut ushul fiqh.

            Fiqh dan ushul fiqh merupakan dua bahasan yang terpisah, tetapi saling berkaitan. Pada topik ini yang menjadi bahasan adalah hokum amaliyah (fiqih) yang pembahasannya dikembangkan dalam Ilmu Syari’ah. Ilmu Syari’ah adalah ilmu yang mengkaji tentang hokum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan penciptanya dan antara manusia dengan sesame manusia dan makhluk lainnya. Aspek pembahasan hokum ini dibagi menjadi sebagai berikut.

Ibadah dalam Arti Khusus ( Ibadah Mahdhah )

               Yaitu ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan agama Islam secara rinci, seperti thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang ibadah mahdhah tersebut.

1) Thaharah
            Menurut bahasa thaharah berarti bersih dari kotoran. Dan menurut istilah terdapat perbedaan pendapat ulama, Abdurrahman al-Jaziri penyusun kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah berpendapat thaharah adalah suatu sifat maknawi yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai syarat syahnya shalat (Dahlan V, 1997:1747). Dasar hukumnya antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 2:222 yang terjemahannya sebagai berikut.

“…Sesungguhnya Allah menyenangi orang-orang yang bertaubat, dan menyenangi orang-orang yang suci (bersih).” (Depag. R.I, 1984:54).

            Dalil lainnya terdapat antara lain dalam Q.S 2:125, dan Q.S 74:1-5.

            Thaharah dalam ajaran Islam merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah kep[a]da Allah. Setiap muslim diwajibkan  shalat lima waktu sehari semalam dan sebelum melaksanakannya disyaratkan bersuci terlebih dahulu. Hal ini membuktikan bahwa ajaran Islam sangat memperhatikan dan mendorong umat Islam untuk membiasakan diri hidup bersih, indah, dan sehat. Karena itu kehidupan umat Islam adalah kehidupan yang suci dan bersih.

            Di samping sebagai suatu kewajiban, thaharah juga melambangkan tuntutan Islam untuk memelihara kesucian diri dari segala kotoran dan dosa. Allah yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang suci, suci fisik dari kotoran dan suci jiwa dari dosa. Jadi thaharah berarti membersihkan diri lahir dan batin, jasmani dan rohani dari hadas, najis, dan penyakit rohani seperti syirik, ria, sombong dan sifat-sifat tercela lainnya.

            Adapun alat untuk bersuci adalah air untuk wudhu dan mandi dan tanah ataupun debu untuk tayamum. Bersuci dari hadas dengan jalan wudhu dan mandi, dalam keadaan tertentu dapat diganti dengan tayamum. Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat dengan cara menghilangkan warna, bau, bentuk dan rasa najis tersebut. Bersuci dari penyakit rohani dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT, dan meluruskan niat kembali untuk menghilangkan penyakit rohani itu.



2) Shalat

            Secara bahasa shalat berarti do’a sebagaiman firman Allah SWT dalam Q.S 9:103 yang terjemahannya sebagai berikut.

“Dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya do’a, kamu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”. (Depag, R.I, 1984:297).

            Shalat menurut istilah berarti suatu ibadah yang mengandung ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dasar shalat sebagai salah satu rukun Islam adalah firman Allah SWT dalam Q.S 2:34 yang terjemahannya sebagai berikut.
     
“Dirikan shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”. (Depag, R.I, 1984:16).

            Selanjutnya firman Allah SWT tentang shalat antara lain ditemui dalam Q.S 2:238; Q.S 98:5; Q.S 4:103.

            Perintah shalat dapat dikelompokkan ke dalam perintah wajib dan perintah sunnah. Shalat fardhu terbagi dua yaitu fardhu’ain dan fardhu kifayah. Adapun perintah yang bersifat fardhu’ain itu adalah perintah kepada individu-individu dan tidak dapat ditumpangkan kepada orang lain seperti shalat lima waktu. Perintah yang bersifat fardhu kifayah yaitu kewjiban yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebahagian atau sekelompok muslim maka gugurlah kewajiban muslim lainnyaseperti shalat jenazah. Ketentuan shalat ditetapkan oleh syari’at Islam berdasarkan AL-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi SAW begitu juga pada shalat jum’at dan shalat jenazah. Shalat fardhu’ain yang lain adalah shalat jum’at bagi laki-laki. Shalat jum’at adalah shalat yang dilakukan pada waktu zuhur secara berjama’ah dan diawali dengan dua khutbah. Kewajiban shalat jum’at didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.S 62:9 yang terjemahannya sebagai berikut.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur  untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Depag. R.I, 1984:933).

            Shalat yang fardhu kifayah adalah melaksanakan shalat jenazah. Shalat jenazah mempunyai persyaratan yang sama dengan persyaratan shalat yang lain, seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian dari najis, dan menghadap kiblat, sedangkan rukun shalat jenazah adalah; niat, takbir 4 kali dengan takbiratul ihram, membaca Al-Fatihah sesudah takbiratul ihram, membaca shalawat kepada Nabi sesudah takbir kedua, mendoakan mayat sesudah takbir ketiga, doa sesudah takbir yang keempat, berdiri jika kuasa dan salam.

            Kewajiban shalat bagi setiap muslim tidak pernah berhenti dalam keadaan apapun, sepanjang berakal sehat, yang disebut dengan azimah, namun Islam memberikan keringanan yang diberikan kepada orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan, berupa jamak dan qasar. Adapun jamak adalah mengumpulkan dua shalat pada satu waktu, yaitu shalat zuhur dan ashar dan shalat maghrib dan isya. Apabila shalat maghrib disebut jamak taqdim. Apabila shalat zuhur dilakukan pada waktu ashar atau pada waktu maghrib disebut jamak ta’khir.

            Shalat qasar adalah meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat, yaitu shalat zuhur, ashar, dan isya. Biasanya shalat jamak dilakukan sekaligus dengan mengqasarnya, sehingga shalat yang empat rakaat menjadi dua-dua rakaat.

            Shalat yang tidak dapat dijamak adalah shalat subuh, sedangkan shalat yang tidak dapat diqasarkan adalah shalat maghrib dan shalat subuh. Adapun shalat sunah juga banyak yang harus dilakukan oleh umat Islam. Dan shalat sunah nawafil yaitu shalat sunah yang mempunyai waktu tersendiri seperti shalat aidaini (dua hari raya), shalat tahiyatul masjid, shalat kusuf, shalat khusuf, shalat tahajud, shalat dhuha, dan lain-lain. Shalat-shalat sunah tersebut merupakan ibadah khusus, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, membina pribadi dan menjaga diri supaya tidak terjerumus kepada dosa serta selalu dalam lindungan Allah SWT.

            Shalat memiliki banyak hikmah. Antara lain mendidikorang agar disiplin dengan waktu, karena ibadah shalat harus dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan. Shalat juga mengandung makna pembinaan pribadi, yaitu dapat menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan kemungkaran. Dengan melakukan shalat perbuatan dapat dikontrol dengan baik karena setiap waktu shalat dia akan menghadap kepada Allah untuk memohon petunjuk dan meminta ampunan. Pribadi yangterkontrol sedemikian rupa akan cenderung bertingkah laku yang baikdan terhindar dari perbuatan dosa, sehingga setiap selesai shalat dia akan kembali kepada rutinitasnya dengan jiwa yang bersih.

3) Puasa

            Menurut bahasa puasa berarti menahan sebagaimana yang diungkapkan dalam firman Allah SWT dalam Q.S 19:26 yang terjemahannya sebagai berikut.

“Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun hari ini”. (Depag. R.I, 1984:465).

            Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkannya, seperti makan, minum, jimak mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Dasar hokum puasa ditemui dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Dari Al-Qur’an dasar hokum puasa adalah firman Allah dalam Q.S 2:183 yang terjemahannya sebagai berikut.
           
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertakwa”. (Depag. R.I, 1984:44).

Puasa terbagi empat, yaitu puasa wajib, sunat, haram, dan makruh. Puasa wajib antara lain sebagai berikut ini.

         Pertama, puasa Ramadhan.
Perintah puasa ramadhan terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S 2:183-185. Puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.

Kedua, puasa Qadha.
Puasa qadha yaitu mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Dalilnya yaitu firman Allah SWT dalam Q.S 2 :184.

Ketiga, puasa Nazar.
Puasa nazar yaitu puasa yang dikerjakan karena nazar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalil puasa nazar itu terdapat dalam firman Allah SWT Q.S 76:7.

Keempat, puasa Kifarat.
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai akibat dari pelanggaran-pelanggaran tertentu seperti: supmpah palsu dengan melaksanakan puasa selama (3) hari. Dalilnya berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S 5 :89, membunuh ornag tidak sengaja dengan puasa dua bulan berturut-turut berdasarkan Q.S 4 :92, melakukan hubungan seks pada siang Ramadhan, melakukan zihar yaitu mengharamkan istri dan menyamakan istri dengan ibu berdasarkan Q.S 58:3-4.

Kelima, puasa Fidyah.
Puasa fisyah yaitu pengganti dari kewajiban melaksanakan qurban karena pelanggaran peraturan dalam ibadah haji, yaitu puasa 3 hari di kota Mekah dan 7 hari lagi di negeri sendiri. Kewajiban puasa fidyah ini didasarkan pada firman Allah SWT Q.S 2 : 196.

            Adapun puasa sunat atau tathawwu’ antara lain berikut ini. 
a) puasa senin dan kamis, 
b) puasa enam hari di bulan Syawal, 
c) puasa pada tanggal 9 Zulhijjah, 
d) puasa pada hari Asyura, 
e) puasa pada tiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariah. 

             Puasa haram,  antara lain berikut ini. 
a) puasa terus-menerus (wishal), 
b) puasa pada hari hari yang diharamkan yaitu hari tasyrik, (11, 12 dan 13 Zulhijjah) dan dua           hari raya ( 1 syawal dan 10 zulhijjah), 
c) puasa hari syak (30 sya’ban), 
d) puasa seorang perempuan yang sedang haid atau nifas, dan 
e) puasa sunat seorang istri yang suaminya sedang berada di rumah sedangkan ia tidak mengizinkannya. 

          Puasa makruh antara lain berikut ini. 
a) puasa sunat dengan susah payah ( karena sakit atau dalam perjalanan ), dan 
b) puasa sunat pada hari Jum’at atau hari sabtu saja (kecuali kalau harijum’at atau sabtu itu bertepatan dengan hari yang disunahkan puasa).

            Kesempurnaan puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, dan melakukan hubungan suami-istri pada siang Ramadhan saja, tetapi mengandung arti menahan  diri dari segala perbuatan yang tidak sesuai dengan hikmah dan tujuan puasa. Hikmah melaksanakan puasa antara lain adalah sebagai berikut ini.

    (1) Disiplin rohaniah, merupakan pengekangan diri dari perbuatan yang membatalkan puasa

   (2) Pembentukan akhlakul karimah, dengan berpuasa iman dididik untuk berbuat baik dan mulia

    (3) Pengembangan nilai-nilai social

   (4) Latihan rohani yang dimulai dengan latihan-latihan secara fisik yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, dan lain-lain.
            Puasa memiliki hikmah yang besar bagi yang mengamalkannya. Karena, puasa adalah ibadah yang mengandung niali-nilai pendidikan untuk menahan dan mengendalikan diri dari keinginan-keinginan negatif atau buruk yang mendorong kepada kejahatan.

(4) Zakat

               Zakat berarti suci, sedangkan menurut syari’ah, zakat adalah memberikan harta tertentu yang diwjibkan Allah mengeluarkannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf Qardawi (Dahlan VI, 1997:1985).

            Dasar hokum mengeluarkan zakat ini adalah firman Allah SWT dalam Q.S 9:103 yang terjemahannya sebagai berikut.

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Depag. R.I, 1984:297).

            Zakat merupakan pemberian khas Islam, yang sudah diwajibkan Allah semenjak Nabi Ibrahim AS dan Nabi-nabi sesudahnya (Luth, Ishaq, Ya’kub dan lain-lain), sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 21:73 dan Q.S 5 :12.

            Kewajiban zakat ini dipertegas dengan sabda Rasulullah (terjemahannya) berikut ini.

“…Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat harta yang diambil dari orang-orang kaya dan diserahkan kepada orang-orang miskin”. (H.R. Muttafaqun’alaih dan Lafaz Bukhari) (Al-Shan’ani I, tth:120).

            Secara garis besar zakat dibagi kepada dua macam yaitu berikut ini.

1) Zakat Mal (zakat harta)
            Adapun jenis harta yang wajib dizakatkan berdasarkan firman Allah SWT antara lain dalam Q.S 2 : 267.
      (a)  Ternak
      (b) Emas dan perak
      (c)  Barang dagangan
      (d) Hasil pertanian
      (e)  Barang tambang dan harta terpendam
      (f)  Zakat hasil usaha dan profesi
            Dengan ketentuan nisab berkisar dari 2.5 % sampai dengan 20 %.

2) Zakat Nafs (zakat fitrah)
            Selain dari kewajiban membayar zakat harta, setiap muslim diwajibkan mambayar zakat fitrah sampai bulan Ramandhan berakhir. Zakat fitrah mulai diwajibkan pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah, sekaligus pada tahun diwajibkan ibadah puasa. Kewajiban zakat fitrah berlaku untuk seluruh umat Islam berdasarkan sabda Rasulullah (terjemahannya) sebagai berikut.

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sa’kurma atau satu sa’gandum bagi hamba sahaya atau orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa yang muslim. Perintah membayarnya sebelum shalat Id”. (H.R. Mutafaq Alaihi) (Al-Shan’ani, II tth:137).

            Mengenai orang-orang yang berhak menerima zakat dijelaskan pada Q.S 9:60 yang dikenal dengan asnaf yang delapan.

“Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang yang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Depag. R.I, 1984; 228).
     
            Zakat adalah ibadah maliyah (berkaitan dengan harta) yang memilki dampak sosial untuk memperkecil kesenjangan antara golongan kaya dan si miskin. Menurut ajaran Islam, harta adalah milik Allah, orang yang mendapatkan harta tidak sepenuhnya memiliki harta tersebut, ada hak-hak orang lain pada harta yang dikuasainya, karena itu hak-hak tersebut harus diberikan setiap waktu sesuai dengan ketentuan syari’at. Dengan demikian, jika zakat dilaksanakan dengan baik, maka kemiskinan di kalangan umat Islam akan dapat dikurangi, bahkan mungkin dihapuskan.


5) Haji dan Umrah

                     Menurut bahasa kata hajj berarti bermaksud mengunjungi sesuatu (al Qashdu lizziarah) dan menurut syariat Islam berarti mengunjungi baitullah untuk menjalani ibadah (iqamatan linnusuki) (Muhammad Ali, 1980:341). Haji merupakan ritual yang sudah dikenal sejak masa jahiliyah kemudian disempurnakan sesuai dengan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 2: 196 yang terjemahannya sebagai berikut.

                     Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah (Depag. R.I, 1984:47).
                     Ayat ini mengindikasikan bahwa ibadah haji itu sudah dikenal sejak masa-masa sebelum Islam. Ibadah haji yang disyariatkan dalam Islam mengacu pada ibadah haji yang pernah dilakukan oleh Babi Ibrahim AS (Q.S 16:120-123; Q.S 2:125-129).

                     Haji sebagai salah satu rukun Islam, wajib dilakukan oleh orang-orang yang mampu satu kali seumur hidup. Kewjiban ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.S 3: 97 yang terjemahannya sebagai berikut.

“Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang mampu melaksanakan perjalanan ke Baitullah”. (Depag. R.I, 1984: 92).

                     Alasan lainnya adalah firman Allah SWT dalam Q.S 2:196-197, Q.S 22: 27-28, sedangkan ibadah haji wajib bagi setiap muslim yang mampu satu kali seumur hidup sebagaimana sabda Rasulullah SAW (terjemahannya):

“Haji satu kali, maka apabila lebih dari itu adalah sunat”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’I dan dishahihkan oleh Hakim (Said Sabiq Fiqh Sunnah V (terj) 1987:40).

                     Pelaksanaan ibadah haji dapat dilakukan dengan tiga cara yang berikut ini .

         (a)  Haji Tamattu’, yaitu melaksanakan umrah terlebih dahulu, dan setelah tahallul umrah memotong seekor kambing di Mina, seandainya tidak mampu diganti dengan puasa sepuluh hari, yang dilaksanakan 3 hari di tanah suci dan 7 hari di tanah airnya.

         (b) Haji Ifrad, yaitu melaksanakan haji terlebih dahulu. Setelah melakukan tawaf qudum (tawaf kedatangan di Mekah) dengan berpakaian ihram dan tidak bertahallul langsung melaksanakan ibadah haji, umrah dilaksanakan sesudah melaksanakan haji.

         (c) Haji Qiran, yaitu ibadah haji dan umrah sekaligus. Seperti halnya bagi yang melaksanakan haji tamattu’, maka haji qiran perlu diwajibkan memotong kambing.
                    
           Ibadah haji memiliki hikmah yang banyak. Di antara hikmah ibadah haji adalah mendidik jiwa untuk mau berkorban, ikhlas, dan sabar karena dalam ibadah haji semua sifat-sifat itu dituntut, dalam pelaksanaanya ibadah haji mempunyai ketentuan dan aturan yang ketat karena aturan-aturan itu akan berpengaruh kepada sistem dalam beribadah. Ibadah haji juga merupakan tempat pengembangan sosialisasi yang dapat menimbulakn proses pendidikan dalam kehidupan bersama dengan persatuan dan persaudaraan, sehingga hidup dapat lebih bermakna untuk mencapai kemuliaan yang hakiki.

Related Posts :

0 Response to "Pelaksanaan Hukum Islam (Ibadah Mahdhah)"

Post a Comment

Popular Posts