PERIODESASI FIQH PADA MASA TABI’IN
Pada masa tabi’in, tabi’-tabi’in dan
para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam
telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang
yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan
kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak diantara para ulama yang bertebaran
di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang
memeluk agama Islam.
Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan
penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak
persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai
daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.Periode ini disebut juga
periode pembinaan dan pembukuan hukum islam. Pada masa ini fiqih Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat sekali.
Penulisan dan pembukuan hukum
Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadits-hadits nabi,
fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat
imam-imam fiqih, dan penyususnan ushul fiqih.
A. Metode tabi’in dalam mengenal hukum
Pada periode ini ialah, “Menerima
hukum yang dikumpulkan oleh seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka
seolah-olah nash syara’ sendiri.” Jadi taqlid itu menerima saja pendapat
seseorang mujtahid sebagai nash hukum syara’. Dalam periode taqlid ini,
kegiatan para ulama’ Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya
masing-masing.
Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa
setiap mazhab fiqh mempunyai ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka
berbeda. Metode penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;
Metode mutakallimin
Metode penulisan ushul fiqh ini
memakai pendekatan logika (mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam
merumuskan kaidah, tanpa mengaitkannya dengan furu’. Tujuan mereka adalah
mendapatkan kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan
metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu’ (hakimah), lebih kuat dalam
tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari ta’asshub,
karena memberikan istidlal aqly yang sangat besar dalam perumusan. Hal
ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang kadang berseberangan dengan ulma
lain. Dianut antara lain oleh; Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.
Metode Fuqaha’
Tidak diperdebatkan bahwa Abu
Hanifah memiliki kaidah ushul yang beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini
terlihat dari manhaj beliau; mengambil ijma’ shahabat, jika terjadi perbedaan
memilih salah satu dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak
menilai pendapat tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah
tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan masail/furu’
fiqhiyyah, mengelompokkan furu’ yang memiliki keserupaan dan menyimpulkan
kaidah ushul darinya. Metode ini dianut mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami
sebagai takhrij al ushul min al furu’. Metode ini adalah kebalikan dari metode
mutakallimin.
- Keistimewaan pada masa tabi’in
Berkembangnya beberapa pusat studi
Islam, menurut Manna’ al-Qatthan telah melahirkan dua tradisi besar dalam
sejarah pemikiran Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahl al-Ra’y dan
tradisi pemikiran Ahl al-Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahl
al-Ra’y dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal).
Sedangkan mereka yang tergolong Ahlu al-Hadits cenderung memarjinalkan peranan
akal dan lebih mengedapankan teks-teks suci dalam pengambilan keputusan agama.
v Fiqih sudah sampai pada
titik sempurna pada masa ini.
v Pada masa ini muncul
ulam’-ulama’ besar, fuqoha’ dan ahli ilmu yang lain.
v Madzhab fiqih pada masa ini
sudah berkembang dan yang paling masyhur adalah 4 madzhab.
Telah dibukukan
ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya, dalam madzhab abu hanifah : kutub
dzohir al-Riwayah yang diriwayatkan dari oleh Muhammad bin al Hasan dari Abu
Yusuf dari imam Abu Hanifah, kemudian dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh
al-Hakim as-Syahid. Dalam madzhab imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan
oleh Sahnun dari Ibnu Qosim dari imam Malik.
Dalam madzhab imam Syafi’i kitab
al-Umm yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya di Mesir.
Dalam madzhab imam
Ahmad kitab al-Jami’ al Kabir yang dikarang oleh Abu Bakar al Khollal setelah
mengumpulkannya dari para murid imam Ahmad.
Peristiwa pemberlakukan hukum di
kawasan pemerintahan Islam tidak hanya terjadi di daerah kekuasaan Daulah
Utsmaniyyah saja. Di Mesir, tarik menarik antara penerapan hukum Islam dengan
penerapan hukum positif (barat) juga terjadi. Dan hukum Islam pun akhirnya
harus puas berkiprah hanya pada tingkat wacana. Sedangkan dalam aplikasinya,
pemerintah lebih memilih untuk menerapkan sistem hukum positif. Bahkan, hukum
positif yang diberlakukan di Mesir tidak hanya menyangkut masalah pidana, namun
dalam masalah perdata juga diterapkan.
0 Response to "Periodesasi Fiqh pada Masa Tabi'in"
Post a Comment