Mazhab
fiqh yang Punah

Pengertian mazhab yang telah punah di sini menurut ulama fiqh adalah mazhab tersebut tidak memiliki tokoh dan pengikut yang fanatik, sekalipun ada sebagian pendapat mazhab tersebut dianut sebagian ulama atau masyarakat, hal tersebut hanya merupakan salah satu pendapat yang menjadi alternatif untuk menjawab kasus tertentu. Selain itu, mazhab tersebut dinyatakan punah karena pendapatnya tidak dibukukan sehingga tidak terpublikasikan secara luas, sehingga pengikutnya pun tidak ada.
Menurut Muhammad Yusuf Musa, mazhab-mazhab yang telah punah itu antara lain sebagai berikut:
1. Mazhab al-Auza'i
Tokoh pemikirnya adalah Abdurrahman al-Auza'i (88-157 H.). Ia adalah seorang ulama fiqh terkemuka di Syam (Suriah) yang hidup sezaman dengan Imam Abu Hanifah. Ia dikenal sebagai salah seorang ulama besar Damascus yang menolak qiyas. Dalam salah satu riwayat ia berkata: "Apabila engkau menemukan sunnah Rasulullah SAW maka ambillah sunnah tersebut dan tinggalkanlah seluruh pendapat yang didasarkan kepada yang lainnya (selain Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW)."
Mazhab al-Auza'i pernah dianut oleh masyarakat Suriah sampai Mazhab Syafi'i menggantikannya.
Pengertian mazhab yang telah punah di sini menurut ulama fiqh adalah mazhab tersebut tidak memiliki tokoh dan pengikut yang fanatik, sekalipun ada sebagian pendapat mazhab tersebut dianut sebagian ulama atau masyarakat, hal tersebut hanya merupakan salah satu pendapat yang menjadi alternatif untuk menjawab kasus tertentu. Selain itu, mazhab tersebut dinyatakan punah karena pendapatnya tidak dibukukan sehingga tidak terpublikasikan secara luas, sehingga pengikutnya pun tidak ada.
Menurut Muhammad Yusuf Musa, mazhab-mazhab yang telah punah itu antara lain sebagai berikut:
1. Mazhab al-Auza'i
Tokoh pemikirnya adalah Abdurrahman al-Auza'i (88-157 H.). Ia adalah seorang ulama fiqh terkemuka di Syam (Suriah) yang hidup sezaman dengan Imam Abu Hanifah. Ia dikenal sebagai salah seorang ulama besar Damascus yang menolak qiyas. Dalam salah satu riwayat ia berkata: "Apabila engkau menemukan sunnah Rasulullah SAW maka ambillah sunnah tersebut dan tinggalkanlah seluruh pendapat yang didasarkan kepada yang lainnya (selain Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW)."
Mazhab al-Auza'i pernah dianut oleh masyarakat Suriah sampai Mazhab Syafi'i menggantikannya.
Mazhab ini juga dianut masyarakat Andalusia, Spanyol, sebelum
Mazhab Maliki berkembang di sana. Pemikiran Mazhab al-Auza'i saat ini hanya
ditemukan dalam beberapa literatur fiqh (tidak dibukukan secara khusus).
Pemikiran al-Auza'i dapat dilihat dalam kitab fiqh yang disusun oleh Abu Ja'far
Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H./923 M.; mufasir dan faqih) yang
berjudul Ikhtilaf al-Fuqaha, dan dalam kitab al-Umm yang disusun Imam
asy-Syafi'i. Dalam al-Umm, asy-Syafi'i mengemukakan perdebatan antara Imam Abu
Hanifah dan al-Auza'i, serta antara Imam Abu Yusuf dan al-Auza'i. Menurut Ali
Hasan Abdul Qadir (ahli fiqh dari Mesir), Mazhab al-Auza'i tidak dianut lagi
oleh masyarakat sejak awal abad kedua Hijriyah.
2. Mazhab as-Sauri
Tokoh pemikirnya adalah Sufyan as-Sauri (w. 161 H./778 M.). Ia juga sezaman dengan Imam Abu Hanifah dan termasuk salah seorang mujtahid ketika itu. Akan tetapi, pengikut as-Sauri tidak banyak. Ia juga tidak meninggalkan karya ilmiah. Mazhab ini pun tidak dianut masyarakat lagi sejak wafatnya penerus Mazhab as-Sauri, yaitu Abu Bakar Abdul Gaffar bin Abdurrahman ad-Dinawari pada tahun 406 H. Ia adalah seorang mufti dalam Mazhab as-Sauri di Masjid al-Mansur,Baghdad .
2. Mazhab as-Sauri
Tokoh pemikirnya adalah Sufyan as-Sauri (w. 161 H./778 M.). Ia juga sezaman dengan Imam Abu Hanifah dan termasuk salah seorang mujtahid ketika itu. Akan tetapi, pengikut as-Sauri tidak banyak. Ia juga tidak meninggalkan karya ilmiah. Mazhab ini pun tidak dianut masyarakat lagi sejak wafatnya penerus Mazhab as-Sauri, yaitu Abu Bakar Abdul Gaffar bin Abdurrahman ad-Dinawari pada tahun 406 H. Ia adalah seorang mufti dalam Mazhab as-Sauri di Masjid al-Mansur,
3. Mazhab al-Lais bin Sa'ad
Tokoh pemikirnya adalah al-Lais bin Sa'ad. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir, mazhab ini telah punah dengan masuknya abad ke-3 H.
Fatwa hukum yang dikemukakan al-Lais yang sampai sekarang tidak bisa diterima oleh ulama mazhab adalah fatwanya tentang hukuman berpuasa berturut-turut selama dua bulan terhadap seorang pejabat di Andalusia yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadlan.
Dalam fatwanya, al-Lais tidak menerapkan urutan hukuman yang ditetapkan Rasulullah SAW, dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh mayoritas rawi hadits dari Abu Hurairah. Dalam hadits itu dinyatakan bahwa hukuman orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadlan adalah memerdekakan budak; kalau tidak mampu memerdekakan budak, maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut; dan kalau tidak mampu juga berpuasa selama dua bulan berturut-turut, maka memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang.
Tokoh pemikirnya adalah al-Lais bin Sa'ad. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir, mazhab ini telah punah dengan masuknya abad ke-3 H.
Fatwa hukum yang dikemukakan al-Lais yang sampai sekarang tidak bisa diterima oleh ulama mazhab adalah fatwanya tentang hukuman berpuasa berturut-turut selama dua bulan terhadap seorang pejabat di Andalusia yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadlan.
Dalam fatwanya, al-Lais tidak menerapkan urutan hukuman yang ditetapkan Rasulullah SAW, dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh mayoritas rawi hadits dari Abu Hurairah. Dalam hadits itu dinyatakan bahwa hukuman orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadlan adalah memerdekakan budak; kalau tidak mampu memerdekakan budak, maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut; dan kalau tidak mampu juga berpuasa selama dua bulan berturut-turut, maka memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang.
Al-Lais tidak menerapkan hukuman pertama (memerdekakan budak).
Alasannya, seorang penguasa akan dengan mudah memerdekakan budak, sehingga
fungsi hukuman sebagai tindakan preventif tidak tercapai. Demikian juga dengan
memberi makan 60 orang fakir miskin bukanlah suatu yang sulit bagi seorang
penguasa.
Oleh sebab itu, al-Lais menetapkan hukuman berpuasa dua bulan
berturut- turut bagi pejabat tersebut. Menurutnya, hukuman tersebut lebih besar
kemaslahatannya dan dapat mencapai tujuan syara'. Jumhur ulama menganggap fatwa
ini tidak sejalan dengan nash, karena
Dengan punahnya mazhab-mazhab kecil ini, maka mazhab fiqh
yang utuh dan dianut masyarakat Islam di berbagai wilayah Islam sampai sekarang
adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali, yang
dalam fiqh disebut dengan al-Mazahib al-Arba'ah (Mazhab yang Empat) atau
al-Mazahib al-Qubra (Mazhab-Mazhab Besar
0 Response to "Mazhab Fiqh yg Punah"
Post a Comment