Aspek-Aspek Ibadah dalam Islam

1.   Aspek Ibadah
Kata ibadah secara bahasa mempunyai arti merendahkan diri, tunduk, taat dan mengikuti.sedangkan secara istilah ibahad berarti ketundukan, ketaatan, kencintaan dan perasaan takut ysempurna ke hadirat Allah SWT. Dengan demikian segala perilaku manusia yang didorong oleh rasa tunduk, taat dan rendah diri kepada Allah disebut dengan ibadah.
a.   Sholat
1.   Pengertian Shalat
Secara etimologis, sahalat berarti do’a sebagaimana difirmankan Allah SWT:
“Berdo’alah untuk mereka, karena sesungguhnya do’a kalian itu menjadikan ketentraman bagi jiwa mereka.” (At-Taubah : 103)
Adapun menurut syari’at, shalat berarti ekspresi dari berbagai gerakan sebagaimana diketahui. Shalat merupakan kewajiban yang ditetapkan melaui Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ijma’. Ketetapan dalam Al-Qur’an disebutkan melalui firman-Nya:
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan menurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agam yang lurus.” (Al-Bayyinah :5)

Di dalam sebuah Hadits ydiriwayatkan oleh Ibnu Umar dinyatakan, bahwa Nabi SAW, pernah bersabda:
“Islam itu didirikan atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada illah yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat, menuanikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Baitullah bagi orang yang mampu” (HR. Multaqum ‘Alaih)

Dan yang menjadi Ijma’; para ulama telah bersepakat mewajibkan shalat lima waktu dalam satu hari satu malam, yaitu dzuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh.
2.   Hikmah Shalat
Shalat lima waktu mampu membawa pelakunya berbuat adil dan mensucikan serta mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sebagai upaya mempersiapkan diri menghadapi hari kiamat kelak. Sebagaimana shalat juga mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, dalam hal ini Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalatitu mencegah perbuatan keji dan mungkar” (Al-Ankabut : 43)

3.   Hukum bagi Muslim yang meninggalkan Shalat
Menurut ijma’ ulama muslim yang meninggalkan shalat karena ingkar, maka ia telah kafir dan keluar dari Islam. Sedang apabila meninggalkan shalat yang masih disertai rasa keimanan dan keyakinan terhadap hukum wajibnya, dimana ia meninggalkannya karena malas atau sibut, yang menurut Syari’at tidak tergolong sebagai alas an yang dapat diterima, maka banyak hadits yang mengkufurkan dan bahkan mewajibkan untuk membunuhnya. Dari Abdullah bin Amr bin Ash, dari Nabi SAW, dimana pada suatu hari beliau pernah berbicara mengenai shalat seraya bersabda:
“Barang siapa memeliharanya, maka shalatnya itu merupakan cahaya baginya juga sebagai bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak memeliharanya, maka tidak akan mendapatkan cahaya, burhan serta keselamatan pada hari kiamat kelak dan ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubai bin Khalat” (HR. Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban dan Isnat Hadits ini Jayyid).

b.   Puasa
Menurut bahasa, puasa berarti menahan. Sedangkan menurut Syari’at, puasa berarti menahan diri secara khusus dan dalam waktu tertentu serta dengan syarat-syarat tertentu pula. Menahan diri di sini termasuk ibadah. Karena, harus menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan sertaseluruh macam syahwat, dari sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Puasa dilihat dari hukumnya dapat dibagi menjadi 4:
1.   Puasa wajib, yaitu ibadah puasa yang telah ditetapkan sebagai kewajiban seorang muslim, jenis ibadah puasa ini ialah puasa di bulan Ramadhan, puasa Kafarat (sebagai denda dan tebusan), puasa Nadzar.
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian” (Al-Baqarah : 183).

2.   Puasa Sunnah, yaitu ibadah puasa ypernah dilakukan atau diperintahkan oleh Nabi.
a.   Puasa pada hari Arafah
Rasulullah SAW, bersabda:
Puasa pada hari Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan dating. Adapun puasa asyura’ dapat menghapuskan dosa selama satu tahun yang telah berlalu” (HR. Muslim)

b.   Pada hari Asyura’
Puasa hari Asyura’ pada bulan Muharram merupakan amalan yang disunnahkan. Puasa pada hari ini dapat menghapuskan dosa selama satu tahun sebelumnya, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Aku memohon kepada Allah untuk menghapuskan dosa yang pernah aku perbuat pada satu tahun sebelumnya” (HR. Muslim)

Sedangkan Ibnu Abbas RadhijAllahu Anhu menceritakan:
Rasulullah memerintahkan puasa pada hari Asyura’, yaitu tanggal sepuluh dari bulan Muharram” (HR. Termidzi)

Bagi yang menghendaki, tidak ada larangan baginya untuk berpuasa dan jika tika, maka boleh meninggalkannya sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, yang menceritakan, bahwa Mu’awiyah pernah berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya pada hari Asyura’ ini Allah tidak mewajibkan kalian berpuasa. Barang siapa menghendaki maka diperbolehkan baginya berpuasa dan bagi siapa yang tidak menghendaki, maka ia boleh berbuka” (HR. Thabrani)

c.   Enam hari pada bulan Syawal
Puasa enam hari pada bulan Syawal didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
“Barang siapa berpuasa pada Bulan Ramadhan, lalu di lanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka nilainya seperti sepanjang tahun” (HR. Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Puasa enam hari pada bulan Syawal ini boleh dikerjakan secara berturut-turut dan boleh juga berselang waktunya.
d.   Lima belas hari pertama pada bulan Sya’ban
Dari Aisyah RadhiyAllahu Anha, ia menceritakan :
“Aku tidak melihat Nabi SAW menyempurkan puasa satu bulan penuh, selain pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau pada  bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban” (Muttaqun ‘Alaih)

e.   Sepuluh hari pertama paa bulan Dzulhijah
Puasa sepuluh hari pertama pada bulan Szulhijjah merupakan amalan yang disunnahkan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
Tidak ada hari dimana amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah Azza wa Jalla dari pada hari ini (sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah)”. Para sahabat bertanya; Wahai Rasulullah, tidak juga Jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: “Tidak juga Jihad fi sabilillah, kecuali seorang yang berangkat dengan membawa jiwa dan hartanya, lalu kembali tanpa membawa sedikitpun dari keduanya” (HR. Bukhari)

Di samping itu, juga disunnatkan pada hari-hari mulia ini untuk bersungguh-sungguh beribadah. Karena, Allah SWT melipat gandakan pahala padanya.
f.    Berselang
Puasa berselang, yaitu satu hari berpuasa dan satu hari selanjutnya tidak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash, dimana Nabi SAW pernah bersabda kepadanya:
“Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari berikutnya. Yang demikian itu merupakan puasa Nabi Dawud dan merupakan puasa yang baik. Kemudian aku berkata : Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu, maka Nabi pun menjawab : Tidak ada yang lebih baik dari itu” (Muttaqun ‘Alaih)

g.   Pada bulan Muharram
Seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah RadhiyAllahu Anhu, ia menceritakan; bahwa Rasulullah bersabda :
“Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah pada bulan Allah, yaitu Muharram” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Imam Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini berstatus hasan Shahih.
h.   Senin Kamis
Berpuasa pada hari senin dan kamis, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, dimana Rasulullah senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis. Beliau pernah ditanya oleh seseorang mengenai hal itu, maka beliau pun menjawab: “Sesungguhnya amal perbuatan menusia diangkat menuju Allah pada hari senin dan kamis” (HR. Abu Dawud).
i. Pertengahan bulan Qamariyah
Tanggal 13,14 dan 15 dari setiap bulan qamariyah (tahun Hijriyah) merupakan tanggal yang dikhususkan oleh Rasulullah untuk berpuasa sunnat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RadhiyAllahu ‘Anhu, ia menceritakan:
“Rasulullah berpesan kepadaku tiga hal, yaitu, berpuasa tiga hari pada setiap bulannya, mengerakan dua raka’at shalat Dhuha serta sholat witir sebelum tidur” (Muttaqun ‘Alaih)

3.   Puasa Makruh, Ibadah puasa yang tidak pernah dilakukan Nabi atau bahkan dibenci Nabi, berikut ini beberapa puasa makruh:
a.   Mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa
Berpuasa satu bulan penuh pada bulan Rajab merupakan amalan yang dimakruhkan. Akan tetapi, jika ada yang berpuasa pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa secara berselang. Karena ini merupakan bulan yang diagungkan oleh orang-orang Jahiliyah. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa apabila melihat orang-orang jahiliyah dan semua persiapan mereka untuk menyambut bulan Rajab, maka ia (Ibnu Umar) membencinya seraya berkata : “Berpuasa dan berbukalah pada bulan itu” (HR. Ahmad)
b.   Pada hari Jum’at saja
Dimakruhkan berpuasa hanya pada hari Jum’at saja. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW ;
“Sesungguhnya hari Jum’at itu merupakan hari raya bagi kalian. Karena itu, janganlah kalian berpuasa, kecuali apabila juga kalian berpuasa pada hari sebelum dan sesudahnya” (HR. Al-Bazzar)

c.   Pada hari Sabtu saja
Nabi SAW bersabda :
“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali yang diwajibkan atas kalian” (HR. Tirmidzi)

d.   Pada hari yang diragukan
Sabda Rasulullah SAW :
“Barang siapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah menentang Abdul Qasim (Nabi Muhammad)” (HR. Bukhari)

e.   Puasa khusus pada tahun baru dan hari besar orang kafir
f.    Puasa Wishal
Puasa wishal merupakan puasa yang dimakruhkan, yaitu puasa selama dua atau tiga hari tanpa berbuka, Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah kalian berpuasa wishal” (HR. Bukhari)
g.   Puasa Dahr, yaitu puasa yang dilakukan selama satu tahun penuh, Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak dianggap berpuasa bagi orang yang berpuasa selamanya” (HR. Muslim)

h.   Puasanya seorang istri tanpa seizing suami
Dimakruhkan bagi wanita muslimah yang berpuasa tanpa seizing suaminya, selain pada bulan Ramadhan, sedang pada saat itu suaminya tengah berada disisinya. Hal ini sebagaimana disabdahkan oleh Rasulullah SAW :
“Janganlah seorang wanita berpuasa pada suatu hari, ketika sang suami berada di sisinya, melainkan dengan seizinnya. Kecuali pada bulan Ramadhan” (Muttaqun ‘Alaih)

i.    Puasa dua hari terakhir dari bulan Sya’ban
4.   Puasa Haram, yaitu melaksanakan ibadah puasa disaat-saat yang diharamkan. Waktu-waktu yang diharamkan berpuasa:
a.   Pada hari raya ‘isul fitri dan ‘idul adhha
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah melarang berpuasa pada dua hari saja, yaitu hari ‘idul fitri dan ‘idul adha’ (Muttaqun ‘Alaih)
b.   Pada hari-hari Tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah)
Rasulullah SAW bersabda :
“Hari-hari Tasyriq adalah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

c.   Zakat
Secara bahasa zakat berasal dari bahasa Arab “Zakat” yang berarti tumbuh, berkembang, bertambah. Dalam Al-Qur’an kata tersebut mengandung arti suci. Sedangkan menurut istilah hukum Islam, zakat adalah sebutan harta tertentu yang wajib dikeluarkan seorang muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Mengeluarkan zakat ini hukumnya wajib berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi, antara lain:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruh” (Al-Baqarah : 43)

Di lihat dari sasarannya zakat dibagi menjadi dua, yaitu: zakat fitrah, yaitu zakat diri yang wajib dikeluarkan oleh setiap individu, baik kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, merdeka maupun budak sahaya.
a.   Emas dan Perak; Wajib dikeluarkan zakatnya bila telah dimiliki selama satu tahun dan senilai 96 gram emas atau 672 gram perak. Dan yang dikeluarkan zakatnya 2,5 persen.
b.   Harta perdagangan; Wajib wajib di keluarkan zakatnya ketika telah dimiliki selama satu tahun dan senilai harga emas 96 gram. Wajib dikeluarkan zakatnya 2.5 persen dari harga dagangan yang bergerak.
c.   Hasil tanaman dan buah-buahan, jenis tanaman dan buah-buahan yang disebut dalam hadist untuk dikeluarkan zakatnya adalah gandum, kurma, dan anggur kering. Dikeluarkan zakatnya setiap panen ketika telah mencapai nilai lima wasaq (653 kg bersih). Sedang jumlah yang harus dikeluarkan 10 persen bila tanaman itu tidak menggunakan alat pengairan. Dan 5 persen jika menggunakan alat pengairan dan terkadang tidak, maka dikeluarkan 7,5 dari hasil panen. Di Indonesia para ulama memahami bahwa semua jenis tanaman yang produktif wajib dikeluarkan zakatnya. Biji-bijian, umbi-umbian, dan sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, tanaman keras, rumput-rumputan dan daun-daunan seperti the dan tembakau.
d.   Hewan ternak; jenis hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah onta, sapi, dan sejenisnya (kuda, kerbau) dan kambing. Nisab (batas minimal kepemilikan) onta (5 ekor) dikeluarkan 1 ekor onta, sapi (30 ekor) dikeluarkan 1 ekor sapi dan kambing (40 ekor) dikeluarkan 1 ekor sapi dan kambing (40 ekor) dikeluarkan 1 ekor kambing.
e.   Harta rikaz dan ma’din; harta rikaz adalah harta-harta berharga yang terpendam atau tersimpan. Sadngkan ma’din adalah harta-harta berharga yang terbentuk dari benda lain di bumi, misalnya minyak bumi, batu bara, emas, perak, besi, dan lain-lain. Orang yang menemukan harta rikaz atau ma’din wajib mengeluarkan zakat 1/5 dari harta tersebut. Dikeluarkan saat ia menemukan barang.
Sedangkan kelompok yang berhak menerima zakat sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (At-Tubah : 60)

d.   Haji
Secara bahasa haji memiliki persamaan kata qasdhu yang berarti tujuan. Sedangkan dalam istilah hukum Islam haji berarti menuju Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan berbagai kegiatan. Beribadah haji dijadkan rukun Islam ke lima yang wajib dilakukan seumur hidup sekali bagi yang telah memenuhi syarat. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (diantaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia: mengerakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa mengikari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Ali ‘Imran : 108)

0 Response to "Aspek-Aspek Ibadah dalam Islam"

Post a Comment

Popular Posts