Filologi : Sejarah dan Perkembangannya


BAB II
PEMBAHASAN

1.1              Sejarah dan perkembangan filologi di Eropa Daratan

1.1.1          Zaman Yunani Kuno

Filologi tumbuh di kota Iskandariyah oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 SM. Hal ini ditandai oleh keberhasilan bangsa Yunani membaca naskah berbahan daun papirus yang ditulis pada abad ke-8 SM dalam aksara bangsa Funisia (aksara Yunani).
Hasil gambar untuk yunani kuno
Naskah Yunani Kuno yang mulai ditulis kira-kira pada abad ke-8 SM dalam huruf Yunani Kuno. Kebanyakan naskah yang dikaji dan diedit adalah naskah yang berisi tentang berbagai ilmu dan hasil sastra yang ditulis oleh para pengarang terkenal seperti Plato, Aristoteles, Socrates, Homerus, Herodotus, dan Hippodrates. Huruf ini berasal dari bangsa Funisia yang di tulis pada daun papirus (daun tumbuhan sejenis palma yang banyak tumbuh di Negara Mesir ) dan merekam tradisi lisan. Tujuan kegiatan filologi waktu itu adalah menyajikan naskah-naskah lama dalam bentuk yang sehat, yang seterusnya akan dimanfaatkan untuk dikaji lebih lanjut oleh ahli-ahli yang lain.
Di kota Iskandariyah terdapat pusat pengetahuan, yang terdapat para ahli yang berasal dari Yunani dan Eropa Selatan yang bekerja di tempat tersebut. Para penggarap naskah disebut dengan ahli filologi dan yang pertama kali memakai nama tersebut adalah Erotosthenes. Di abad tersebut, kota Iskandariyah banyak para ahli dari sekitaran laut mediterania dan eropa selatan melakukan penelitian dan pengkajian teks teks naskah di sebuah kuil pemujaa dewa-dewi yang beralih fungsi menjadi peprustakaan yang besar yang menyimpan beribu-ribu naskah kuno dan terletak dalam komplek musium, yaitu kuil para dewa Muses, dewa ilmu pengetahuan dalam mitologi Yunani. Filologi telah berhutang budi pada para pustakawan di perpustakaan Iskandariyah diantaranya Aristophanes, Apollonius Rhodius , Aristarchus , Zenodatun serta Eratosthenes.  Para ahli filologi dalam memahami teks harus mengenal huruf, bahasa dan ilmu yang dikandungnya. Setelah membaca dan memahami isinya, kemudian menulis kembali. Metode yang digunakan dalam memahami naskah disebut ilmu fiologi. Metode awal dimulai dari memperbaiki huruf dan bacaan, ejaan , bahasa, tatatulis, kemudian disunting agar mudah dibaca. Para ahli tahap awal disebut Mazhab Iskandariyah.

Reynold dan Wilson menyebutkan bahwa selain tujuan penggalian ilmu pengetahuan Yunani Kuno, kegiatan filologi juga dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan untuk penyalinan naskah kadang dilakukan oleh budak belian sehingga masih banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan karena mereka tidak memiliki kesadaran terhadap keontetikan nilai naskah lama.
Setelah Iskandariyah jatuh kedalam kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa Selatan, berpusat ke Roma dan melanjutkan tradisi filologi Yunani. Pada abad ke 4 kerajaan Romawi terpecah menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur.

1.1.2          Zaman Romawi

Kerajaan romawi menguasai kota Iskandria dan memindahkan pusat pengetahuan ke kota Roma. Pada abad ke-1 M dibangun sebuah perpustakaan sebagai pusat kegiatan filologi untuk meneruskan tradisi Yunani. Kemudian hellenisme muncul dan akhirnya hilang setelah pecahnya kerajaan Romawi menjadi dua. Filologi Romawi Barat pun berfokus pada naskah-naskah berbahasa Romawi. Hasil yang disajikan selain perbaikan naskah pada tempat yang rusak bacaannya (corrupt) juga mulai ada tulisan mengenai resensi atau interpretasi naskah tertentu.
Hasil gambar untuk romawi

1.1.2.1     Romawi Barat

Di Romawi Barat, tradisi latin mulai dikembangkan terus-menerus melalui kristenisasi di Eropa. Tokoh filologi adalah para pendeta sehingga naskah yang dikuasai hanyalah naskah keagamaan. Sejak abad ke-4 M, teks sudah ditulis dalam bentuk buku yang disebut codex dengan menggunakan bahan kulit binatang, terutama kulit domba. Hal ini dikenal dengan nama perkamen ( Belanda perkament dan Inggris parchment ). Penggarapan naskah bahasa Latin sejak abad ke-3 SM dikerjakan menggunakan ilmu fiologi. Naskah latin tersebut berupa puisi dan prosa. Contohnya antara lain tulisan Cicero dan Varro.

1.1.2.2     Perkembangan Filologi di Romawi Timur

Di Romawi Timur tradisi Yunani masih dipertahankan. Kajian teks Yunani kuno terus berjalan dan tidak dilarang. Banyak kemunculan pusat studi teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena , Iskandariyah, Beirut , Kontatinopel dan Gaza. Iskandariyah menjadi pusat studi bidang ilmu filsafat Aristoteles sedangkan Berirut menjadi pusat studi pada bidang hukum.  Teks-teks Yunani diajarkan di perguruan tinggi yang mulai didirikan pada abad ke-4 M. Kegiatan baru yang muncul pada waktu itu menuliskan tafsir atau catatan pada tepi naskah atau disebut sebagai scholia. Procopius dari Gaza telah membiasakan menulis naskah langsung diiringi scholia dengan bahan yang diambil dari tulisan lain yang membicarakan masalah yang sama.

1.1.3      Zaman renaisans hingga abad  ke-20 M

Zaman renaisans dimulai dari abad ke-13 M sampai abad ke-16 M yang semula merupakan gerakan di kalangan sarjana serta seniman dan berkembang ke arah cara berpikir di kalangan masyarakat beradab. Istilah renaisans ada hubungannya dengan renaitre yang berarti lahir kembali zaman Kuno (Yunani dan Romawi). Dalam arti sempit, renaisans adalah periode dimana kebudayaan klasik diambil lagi sebagai pedoman hidup. Dalam arti luas renaisans adalah periode yang di dalamnya rakyat cenderung kepada dunia Yunani Klasik atau kepada aliran humanisme. Periode renaisans membangkitkan kegiatan filologi seperti yang pernah terjadi pada masa Iskandariyah dengan yang berpijak pada kritiks teks seperti karya Lovato Lovati, Lorensi Vallo dan Angelo Poliziano.
Humanisme berasal dari kata humaniora ( kata Yunani ) atau umanista ( kata latin ) yang semula berarti guru yang mengelola tata bahasa, retorika, puisi dan filsafat kemudian menjadi aliran yang mempelajari sastra klasik untuk menggali kandungan isinya yang meliputi keagamaan, filsafat, ilmu hukum, sejarah, ilmu bahasa, kesastraan dan kesenian. Usaha humanism mempelajari naskah dan kebudayaan klasik dengan tujuan pedagogis dan ilmiah. Humanisme sebagai filsafat hidup baru yang mengandung penolakan tradiasi skolastik membuat masyarakat menolak Vulgata dan melakukan penyelidikan sendiri naskah kuno kitab injil berbahasa Ibrani dan Yunani. Hal ini, ditambah ketidakpuasan atas agama Katholik, memunculkan reformasi yang dipelopori Martin Luther. Pada zaman ini, kajian filologi tetap pada kritik teks berikut sejarahnya, dan bahasa Romawi dikatakan bahasa dari Tuhan dan tata bahasanya tidak boleh ditawar-tawar lagi. Meskipun begitu, bahasa Romawi dibagi menjadi bahasa Romawi yang baik dan yang buruk.
Dengan jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan bangsa Turki pada abad ke-15 M, banyak filolog pindah ke Eropa Selatan, terutama Roma. Disana mereka menjadi pengajar, penyalin naskah, atau penerjemah teks Yunani dalam bahasa Latin.
Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg dari Jerman pada abad ke 15 M juga mempengaruhi perkembangan filologi. Kemudahan dalam menyalin naskah dan kebutuhan naskah yang semakin meningkat dari perguruan tinggi meningkatkan perkembangan filologi. Yang pertama menjadi pusat percetakan adalah kota Venetia dan buku yang dicetak pertama kali pada tahun 1454 M.
Pada perkembangan selanjutnya di Eropa, ilmu fiologi diterapkan untuk telaah naskah non klasik, seperti teks Germania dan Romania. Filologi juga digunakan untuk kepentingan telaah ilmu Agama dalam perkembangannya. Hal ini ditandai dengan penerjemahan Injil ke dalam perbagai bahasa daerah. Hasilnya, pengertian filologi menjadi kabur dengan ilmu bahasa (linguistic).Kemudian, pertalian antara bahasa-bahasa memunculkan kesadaran tentang kekeluargaan bahasa. Bahasa Ibrani dianggip sebagai bahasa tertua sekaligus induk dari bahasa-bahasa lain yang dipercayai sebagai hasil dari kekacauan bahasa dan Perjanjian Lama. Munculah penyelidikan pertalian bahasa Ibrani dan Romawi yang akhirnya dibatalkan karena mustahil.
Humanisme memperluas penyebaran agama Nasrani. Banyak kitab Injil terjemahan bahasa daerah. Yang terkenal salah satunya naskah Wuffilia dalam bahasa Gotis di pertengahan abad ke-16 M dan diterbitkan pertama kalo oleh Franciscus Julianus pada tahun 1665 M. Naskah-naskah berbahasa Angelsaksis (Inggris Kuno), Saksis Kuno, dan Jerman Kuno. Perhatian pun semakin terfokus pada kekeluargaan bahasa berdasarkan haisl telaah teks.
G.W. Leibniz merupakan salah satu tokoh di akhir masa Renaisans yang mengelompokkan dan mengkaji kekeluargaan diantara bahasa-bahasa melalui pengumpulan data yang sebanyak dan selengkap mungkin sebelum menarik kesimpulan.  Di Paris abad ke-18 M didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran bernama Ecole de Langues Orientales Vivarttes oleh Silcester de Sacy, bapak orentalis di Eropa, yang kemudian menghasilkan banyak tejemahan dan kajian mengenai naskah-naskah Timur Tengah
Dalam perkembangannya, filologi tetap sebagai cabang ilmu yang melakukan telaah naskah, memperbaiki bacaannya, menjelaskan makna isinya, menyuntingnya untuk kajian disiplin lain. Pengetahuan kebahasaan yang semula menjadi penunjang filologi pada abad ke-19 M berdiri sendiri sebagai cabang ilmu yang dikenal dengan linguistik.
Pada abad ke-20 M pengertian filologi di Eropa Daratan tetap seperti semula, yaitu telaah teks klasik, sedangkan di kawasan Anglo-Sakson berubah menjadi linguistik. Filologi cenderung pada pandangan atas dasar sintetis dimana tidak hanya fokus kepada bagian kecil fakta tetapi pada gambaran besar (hubungan) fakta-fakta tersebut. Perkembangan berlanjut ditandai penggunaan metode kritik teks untuk menyunting berdasarkan pendekatan filologi tradisional dan disertai terjemahan ke bahasa asing. Hasil suntingan juga banyak yang diterbitkan ulang untuk disempurnakan lagi ataupun dimanfaatkan untuk disiplin ilmu lainnya seperti historiography. Naskah lama juga dimanfaatkan untuk dasar perkamusan.

1.2       Kawasan Timur Tengah

Negara Timur Tengah mendapatkan ide dari bangsa Yunani Kuno. Pada abad ke-4 M, beberapa kota di Timur Tengah telah memiliki perguruan tinggi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza sebagai pusat Ilmu Oratori, dalam bidang hukum di Edessa dan Antioch dalam kebudayaan Yunani pada umumnya. Pada abad ke-5 M terjadi perpecahan gerejani, maka banyak ahli filologi yang berpindah ke kawasan Persia. Di kota Harra, daerah Mesopotamia, pernah menjadi pusat studi naskah Yunani. Bangsa-bangsa di Timur Tengah memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki dokumen lama yang berisi nilai-nilai yang agung.
Zaman dinasti Umayah, negara Timur Tengah seperti Palestina, Siria, Irak dan Mesir telah mengenal teks Yunani Kuno dan banyak yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan Siria. Mereka lebih tertarik pada ilmu kedokteran, ilmu filsafat, dan ilmu teknik daripada sastra Yunani Kuno. Sekitar tahun 1030 M, Alberuni datang ke India lalu mengkaji kebudayaan dan naskah-naskah di sana.
Hasil gambar untuk timur tengah
Banyak karya sastra Arab dan Persia dikenal di Eropa dalam periode kekuasaan dinasti Umayah di Eropa. Naskah-naskah itu dikaji di pusat-pusat ilmu dan penelitian di negara-negara Eropa. Tulisan Al-Ghazali, Ibnu al-Arabi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dll merupakan bahan kuliah dan penelitian yang menarik. Orientalis yang dikenal pada waktu itu adalah Albertus Magnus, ahli filsafat Aristoteles melalui tulisan-tulisan Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
Kegiatan filologi mulai pesat berkembang pada masa Abasiyah terutama pada zaman Khalifah Mansur (759-775), Harun Ar- Rasyid (786-809), Ma’mun (809-833). Hunain bin Ishak membangun pusat kegiatan filologi di Baghdad pada abad ke-9. Hunain merupakan salah seorang penerjemah yang produktif di masa itu dan yang memiliki ilmu pengetahuan paling luas. Pada masa itu dikenal tiga penerjemah yang terkenal yaitu, Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq dan Hubaisyi. Ahli filologi tersebut melakukan telaah naskah-naskah Yunani dan menerapkan teori filologi terhadap naskah-naskah yang dihasilkan oleh penulis tersebut.
Bangsa-bangsa di Timur Tengah memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki dokumen lama yang berisi nilai-nilai yang agung, seperti karya tulis yang dihasilkan oleh bangsa Arab dan Persia. Kajian filologi terhadap naskah-naskah tersebut banyak dilakukan di pusat-pusat kebudayaan ketimuran di kawasan Eropa dan hasil kajian itu berupa teori-teori mengenai kebudayaan dan sastra Arab, Persi, Siria, Turki, dan lain sebagainya.
Pada abad ke-17, telaah teks klasik Arab dan Persia di Eropa telah dipandang mantap, terutama di Cambridge dan Oxford. Pada akhir abad ke-18 di Paris didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran bernama Ecole des Langues Orientales Vivantes oleh Silvester de Sacy. Kedatangan bangsa Barat di Timur membuka kegiatan filologi terhadap karya-karya bangsa Timur Tengah sehingga isi naskah-naskah itu dikenal di dunia Barat dan banyak yang mernarik perhatian orientalis Barat.



BAB III
PENUTUP

2.1              Kesimpulan

Secara garis besar, kegiatan filologi dimulai pada kerajaan Yunani Kuno pada abad ke-3 SM dengan rujukannya ialah kota Iskandariyah dibawah kekuasaan Iskandar Zulkarnain. Awal kegiatan filologi ditandai dengan keberhaslan membaca naskah kuno yang ditulis pada abad ke-8 SM. PSebutan ahli filologi dipopulerkan pertama kalinya oleh Erastothenes. Kemudian, kerajaan Yunani berpindah kekuasaan ke kerajaan Romawi. Tradisi filologi diikuti dengan tradisi hellenisme yang pudar pada abad ke-4 M saat kerajaan Romawi terpecah menjadi kerajaan Romawi Barat dan Romawi Timur. Di Romawi Barat, yang dikaji hanyalah naskah-naskah berbahasa latin dan tentang keagamaan oleh para pendeta. Lalu, pada abad ke 4, teks sudah berbentuk buku yang disebut codex dan menggunakan bahan kulit binatang. Hal ini berbeda dengan kegiatan filologi di Romawi Timur yang masih mengkaji teks-teks Yunani. Selain itu, muncul mimbar-mimbar kuliah filologi di berbagai perguruan tinggi.
Dengan jatuhnya Romawi Barat dan Timur, kegiatan filologi di Barat berhibernasi dan  bangkit kembali sejak zaman renaisans. Kehidupan bangsa Yunani Kuno dan Romawi Kuno dijadikan pedoman hidup. Selain itu, kemunculan humanism dan penemuan mesin cetak menjadi factor pendorong kegiatan filologi kembali popular. Pada abad ke-18, filologi dipengaruhi oleh paham rasionalisme. Kemudian di abad ke-19, filologi dipengaruhi sikap romantisme sebagai reaksi di abad sebelumnya. Pada abad ini pula, filolofi dan linguistik mulai memiliki perbedaan yang jelas. Pada abad ke-20, filologi cenderung kepada pandangan yang bersifat sintesis. Pada abad ini, linguistic telah memisahkan diri dan berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu.
Di Timur Tengah, terdapat banyak teks naskah bernilai tinggi nan berharga dihasilkan. Pada dinasti Umayah dan Abasyiyah, kegiatan filologi tumbuh dan berkembang pesat. Hal ini bisa dilihat terhadap kegiatan filologi yang dilakukan di lembaga pendidikan (perguruan tinggi) dan berdirinya pusat-pusat kegiatan filologi seperti di Baghdad. Naskah-naskah Timur Tengah dipelajari, dikaji, diterjemahkan ke bahasa Latin bahkan dibawa ke Eropa. Hal yang sebaliknya juga terjadi dimana naskah-naskah dari dunia Barat dikaji di Timur Tengah. Para ahli orientalis pun bermunculan sampai dititik membangung lembaga filologi ketimuran (orientalis) untuk mendukung kegiatan filologi atas naskah Timur Tengah di Paris.

2.2              Saran

Kegiatan filologi mengalami banyak perkembangan sejak awal pertumbuhannya. Anyak naskah-naskah kuno yang masih belum terlacak dan menjadi misteri. Hasil kegiatan filologi dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan membantu kehidupan manusia agar lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Rokhmansyah, Alfian. 2017. Teori Filologi. Yogyakarta: Istana Agency.
Fathurahman, Oman. 2015. Filologi Indonesia : Teori dan Metode. Jakarta: Kencana.
NS, Elis Suryani. 2012. Filologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Aziz, Fuadi. 1998. Filologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: FADIB.
Baroroh, Siti, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: UGM.
Mackay, Christopher S. 1997. “Philology”. Dalam https://sites.ualberta.ca/~csmackay/Philology.html, diakses pada 2018.

0 Response to "Filologi : Sejarah dan Perkembangannya"

Post a Comment

Popular Posts