Pengertian Istinbath
Secara etimologi
istinbath berarti penemuan, penggalian, pengeluaran (dari asal). Sedangkan
hukum mempunyai arti hukum, peraturan dan kekuasaan. Dari pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa istinbath hukum Al-Qur'an adalah menemukan dan mengambil
hukum dari Al-Qur'an.
Sedangkan menurut
istilah berarti mengeluarkan makna-makna dari nash-nash yang terkandung
didalamnya dengan cara mengerahkan kemampuan atau potensi naluriyah. Dari nash tersebut
terbagi menjadi dua macam, yaitu yang berbentuk bahasa (lughawiyah) yang biasa
disebut lafdhiyah dan adakalanya tidak berbentuk bahasa, yang biasa disebut
maknawiyah. Dalam pembahasan berikutnya akan kami jelaskan tentang pembagian masing-masing.
Yaitu
mengistinbathkan hukum atau mengambil suatu hukum ditinjau dari segi lafadznya.
Para ulama’ Ushul memakai kaidah bahasa berdasarkan makna tujuan
ungkapan-ungkapan yang telah ditetapkan oleh para ahli bahasa Arab, sesudah
diadakan penelitian-penelitian yang bersumber dari kesusasteraan Arab.
Ada tiga cara untuk mengetahui makna yang tepat dari suatu lafadz atau
uslub-nya:
1.
Berdasarkan pengertian
banyak orang yang telah mutawatir, telah terkenal serta telah menjadi kebiasaan
dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari, yang mana Imam Syafi’i menyebutnya
dengan Ilmu al-’Ammah. Yaitu sesuatu yang sudah menjadi maklum (umum)
2.
Berdasarkan pengertian
orang-orang tertentu dan tidak diketahui oleh kelompok lain. Hal ini dapat kita
jumpai dalam istilah-istilah ilmiah. yang menurut Imam Syafi’i disebut ilmu
al-khasshah
3.
Berdasarkan hasil
pamikiran akal nalar terhadap suatu lafadz.
Namun demikian tidaklah semua orang dapat menetapkan pengertian kata-kata itu berdasarkan hasil pemikiran akal setiap orang, tetapi haruslah oleh yang ahlinya dalam bahasa itu, dan mengerti tentang perkembangan pemakainnya di kalangan masyarakat.
Namun demikian tidaklah semua orang dapat menetapkan pengertian kata-kata itu berdasarkan hasil pemikiran akal setiap orang, tetapi haruslah oleh yang ahlinya dalam bahasa itu, dan mengerti tentang perkembangan pemakainnya di kalangan masyarakat.
Istinbath Maknawi
a.
Makna Dhahir
Penjelasan tentang
dhahir atau (dhahirud dalalah) adalah termasuk pembicaraan tentang lafadh
ditinjau dari segi terang atau tidaknya arti yang terkandung di dalamnya.
Menurut para ulama
ushul fiqh, dhahirud dalalah atau juga disebut dengan wadlihud dalalah ialah
lafadh yang menunjukkan kepada ketegasan arti yang dimaksudkan secara jelas
dalam lafadh itu sendiri, tidak tergantung kepada sesuatu hal di luar lafadh
tersebut. Dengan kata lain, dhahirud dalalah adalah lafadh yang terang arti
yang ditunjuki, sehingga untuk sampai kepada arti tersebut tidak perlu adanya
sesuatu bantuan di luar lafadh itu.
Dilihat dari
tingkat terangnya lafadh itu dalam menunjukkan kepada arti yang dimaksudkan,
maka dhahirud dalalah adalah dibagi menjadi empat macam, sedangkan urutan
tingkat empat macam tersebut dari yang terang kemudian yang lebih terang dan
seterusnya meningkat kepada yang lebih terang lagi, adalah sebagai berikut :
dhahir, nash, mufassar kemudian muhkam.
1)
Dhahir
Dhahir
ialah suatu lafadh yang jelas dalalahnya menunjukkan kepada suatu arti asal
tanpa memerlukan factor lain diluar lafadh itu dan mungkin dapat ditakwilkan
dalam arti yang lain, dan mungkin juga dimasukkan.
Hukum
dhahir adalah wajib diamalkan menurut arti yang ada pada lafadh itu kecuali ada
dalil lain yang men-ta’wil-kannya. Jika dhahir berupa lafadh mutlak harus
diamalkan menurut mutlaknya sampai ada dalil yang men-taqyid-kan (membatasi)
kemutlakan tersebut, dan jika dhahir itu berupa lafadh ’amm, maka harus
diamalkan menurut keumumannya, sampai ada dalil lain yang men-takhsis-kan (mengkhususkan)
berlakunya keumuman tersebut atau diamalkan menurut arti yang ada pada lafadh
itu sampai ada dalil yang me-mansukh-kannya.
2)
Nash
Nash
ialah suatu lafadh yang tidak mungkin mengandung pengertian lain, selain yang
ditunjukkan oleh lafadh itu sendiri yang dapat ditakwilkan. Sebagaimana hukum
dhahir, nash juga harus diamalkan menurut arti yang ada pada nash tesebut
sampai ada dalil yang men-takwil-kan, yaitu kalau lafadh itu berupa lafadh
mutlak harus diamalkan atas kemutlakannya sampai ada dalil yang
men-taqyid-kannya.
Dan kalau nash itu berupa lafadh ’amm harus diamalkan atas
keumumannya sampai ada dalil yang mengkhususkan atau diamalkan menurut arti
yang ada pada lafadz tersebut sampai ada dalil yang me-mansukh-kan.
3)
Mufasshar
Mufasshar
ialah suatu lafadh yang terang petunjuknya kepada arti yang dimaksud dengan
disusunnya lafadh itu yang tidak mungkin di-takwil-kan kepada yang lain, akan
tetapi dapat menerima nasakh (penghapusan) pada masa Rasulullah saw. Mufasshar
dibedakan menjadi dua macam, yaitu mufassar lidzatihi dan mufassar bighoirihi.
a)
Mufasshar lidzatihi yaitu
lafadh yang tidak membutuhkan penjelasan dari yang lain untuk terangnya
petunjuk kepada arti yang dimaksudkan
b)
Mufasshar bighoirih,
yaitu lafadh yang membutuhkan penjelasan dari yang lain untuk terangnya
petunjuk kepada arti yang dimaksudkan.
4)
Muhkam
Muhkam
ialah lafadh yang terang petunjuknya kepada arti yang dimaksudkan (dengan
disusunnya) lafadh itu, dengan tidak mungkin ditakwilkan dan tidak dimansukhkan
pada masa Rasulullah saw. Tidak di-mansukh-kannya muhkam, karena hukum-hukum
yang tersebut merupakan hukum-hukum yang pokok dalam agama, seperti ibadah
hanyalah kepada Allah swt dll.
b.
Makna Khafi
Pembicaraan
tentang khafi atau lengkapnya disebut dengan khafiyud dalalah juga merupakan
bagian dari pembiraan tentang lafadh ditinjau dari segi terang atau tidaknya
petunjuknya kepada arti yang dimaksudkan. Khafiyud oleh para ulama ushul fiqh
diartikan dengan : lafadh yang tertutup (tidak terang) aartinya, oleh karena
itu keadaan lafadh itu sendiri atau karena hal-hal lain. Para ulama membagi
khafiyud dalalah menjadi empat macam, yaitu : Khafi, musykil, mujmal dan
mutasyabih.
1.
Khafi
Khafi
ialah suatu lafadh yng terang maknanya secara lahiriah tetapi pemakaiannya
kepada sebagian lafadhnya tidaklah mudah memerlukan pemikiran yang mendalam.
Sebab timbulnya khafi, ialah karena adanya sebagian satuan yang terkandung
dalam lafadh itu yang mempunyai nama tersendiri atau mempunyai nama tersendiri
atau mempunyai sifat-sifat tertentu yang membedakan dengan satuan yang lain.
2.
Musykil
Musykil
ialah lafadh yang terang petunjuknya kepada arti yang dimaksudkan, untuk
menjelaskan maksudnya harus dibantu. Arti tidak mungkin diketahui kecuali
dengan adanya dalil-dalil lain yang menjelaskan maksudnya. Sebab terjadinya
musykil yaitu, karena lafadh tersebut mempunyai lebih dari satu arti yang
berbeda, baik arti hakiki maupun arti majazi, dan lafadz itu sendiri tidak
menentukan salah satu arti yang dimaksudkan.
Atau terjadi pertentangan
pemahamannya dengan pemahaman lain, maka tidak akan dapat dipahami arti yang
dimaksudkan, kecuali dengan adanya dalil-dalil lain yang menjelaskannya.
3.
Mujmal
Mujmal
ialah lafadh yang terang arti yang dimaksudkan oleh karena keadaan lafadh itu
sendiri, dan tidak mungkin dapat diketahui arti yang dimaksudkan itu kecuali
dengan adanya penjelasan dari syara’.
4.
Mutasyabih
Mutasyabih ialah lafadh
yang tidak terang arti yang dimaksudkan karena pada lafadh itu sendiri dan
tidak dapat qarinah yang menjelaskannya.
0 Response to "Pengertian Istinbath"
Post a Comment