Pengertian Akal Dan Wahyu
1.
Akal
Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki
banyak makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh musytarak,
yakni kata yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi
al-lughah wa al a’lam, dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai,
mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir).
Kata al-‘aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun nuhaniyyun
bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang
dengannya seseorang dapat mencapai, mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai
oleh indera. Al-‘aql juga diartikan
al-qalb, hati nurani atau hati sanubari.
Menurut
pemahaman Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliah digunakan dalam arti kecerdasan
praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern
disebut kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity). Dengan
demikian, orang berakal adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk
menyelesaikan masalah, memecahkan problem yang dihadapi dan dapat melepaskan
diri dari bahaya yang mengancam. Lebih lanjut menurutnya, kata ‘aql mengalami
perubahan arti setelah masuk ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi
disebabkan pengaruh filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam,
yang mengartikan ‘aql sama dengan nous yang mengandung arti daya berfikir
yang terdapat dalam jiwa manusia. Pemahaman dan pemikiran tidak lagi melalui
al-qalb di dada akan tetapi melalui al-aql di kepala (Harun Nasution, 1986:
7-8).
Pengaruh filsafat Yunani
terhadap filosof-filosof muslim terlihat dalam pendapat mereka
tentang akal yang dipahami sebagai salah satu daya dari jiwa (an-nafs/ ar-ruh)
yang terdapat dalam diri manusia. Seperti Al-Kindi (796-873) yang
terpengaruh Plato, menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya, daya
bernafsu (al-quwwah asy-syahwatiyah) yang berada di perut, daya berani
(al-quwwah al-ghadabiyyah) yang bertempat di dada dan daya berfikir
(al-quwwah an-natiqah) yang berpusat di kepala.
Sementara itu, di kalangan
teolog muslim, mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan,
seperti pendapat Abu al-Huzail, akal adalah daya untuk memperoleh
pengetahuan, daya yang membuat seseorang dapat membedakan
dirinya dengan benda-benda lain, dan mengabstrakkan benda-benda yang ditangkap
oleh panca indera. Di kalangan Mu’tazilah akal memiliki fungsi dan tugas
moral, yakni di samping untuk memperoleh pengetahuan, akal juga memiliki daya
untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan, bahkan akal merupakan petunjuk
jalan bagi manusia dan yang membuat manusia menjadi pencipta perbuatannya
sendiri (Harun Nasution, 1986: 12).
Letak akal Dikatakan di dalam
Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat 46,
yang artinya,” Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu bagi mereka mempunyai al-qolb, yang dengan al-qolb itu mereka dapat memahami (dan memikirkan)
dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan telinga itu) mereka
mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata mereka tapi al-qolb
(mereka) yang buta ialah hati yang di
dalam dada.”
Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-’aql itu ada di
dalam al-qolb, karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan
memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan memikirkan itu
dilakukan oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb, dan al-qolb ada
di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung, bukan hati
dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam
arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd.
Dengan demikian akal dalam
pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi daya berfikir yang terdapat
dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam
sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia,
yakni dari Allah SWT.
2.
Wahyu
Kata al-wahy yang berarti
suara, kecepatan, api, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab adalah kata
arab asli, bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Selanjutnya al-wahy
mengandung arti pemberitahuan secara tersebunyi dan dengan cepat. Namun arti
yang paling terkenal adalah “apa yang disampaikan Tuhan kepada
nabi-nabi”. Yakni sabda Tuhan yang disampaikan kepada orang pilihanNya agar
diteruskan kepada manusia untuk dijadikan pegangan hidup (Harun Nasution,
1992: 15)
Firman Allah itu mengandung petunjuk dan
pedoman yang memang diperlukan oleh umat manusia dalam menjani hidup di dunia
dan di akhirat kelak. Dalam Islam wahyu Allah itu disampaikan kepada nabi
Muhammad saw yang terkumpul semuanya dalam al-Qur’an.
Wahyu dalam arrti firman Allah yang disampaikan kepada nabi dan rasul-Nya,
misalnya:
Artinya: “ sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
kami telah memberikan wahyu kepada Nuh
dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu (pula) kepada
ibrahim, ismail, ishaq, ya’qub, dan anak cucuny, isa, ayyub,Yunus, Harun, dan
sulaiman. Dan kami berikan zabur kepada Dawud”
Adapun cara penyampaian
wahyu, atau komunikasi Tuhan dengan nabi-nabi melalui tiga cara:
(1) Melalui
jantung hati seseorang dalam bentuk ilham;
(2) Dari belakang tabir, seperti
yang terjadi pada Nabi
Musa dan
(3) Melalui utusan yang dikirimkan Tuhan dalam bentuk
malaikat.
0 Response to "Pengertian Akal & Wahyu"
Post a Comment