Fungsi Dan Kedudukan Akal Dan Wahyu
Al-quran
juga memberikan tuntunan tentang penggunaan akal dengan mengadakan pembagian
tugas dan wilayah kerja pikiran dan qalbu. Daya pikir manusia menjangkau
wilayah fisik dari masalah-masalah yang relatif, sedangkan qalbu memiliki
ketajaman untuk menangkap makna-makna yang bersifat metafisik dan mutlak. Oleh
karenanya dalam hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki kedudukan
dan fungsi yang lain yaitu sebagai berikut:
1.
Akal
sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang
terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya adalah sumber
utama ajaran islam.
2.
Akal
merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui
maksut-maksut yang tercakup dalam pengertian al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
3.
Akal
juga berfungsi sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan nsemangat al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat
manusia dalam bentuk ijtihat.
4.
Akal
juga berfungsi untuk menjabarkan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah dalam
kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan
memakmurkan bumi seisinya.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir
pencapaian akal tetaplah relatif dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya
koreksi, perubahan dan penyempurnaan teru-menerus.
Adapun wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami
sebagai wahyu langsunng (al-Qur’an) ataupun wahyu yang tidak langsung
(al-Sunnah), kedua-duanya memiliki fungsi dan kedudukan yang sama meski tingkat
akurasinya berbeda karena disebabkan oleh proses pembukuan dan pembakuannya.
Kalau al-Qur’an langsung ditulis semasa wahyu itu diturunkan dan dibukukan di
masa awal islam, hanya beberapa waktu setelah Rosul Allah wafat (masa Khalifah
Abu Bakar), sedangkan al-hadis atau al-Sunnah baru dibukukan pada abat kedua
hijrah (masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh karena itu fungsi dan kedudukan
wahyu dalam memahami Islam adalah:
1.
Wahyu
sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman dan pengamalan
ajaran Islam harus dirujukan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa pemahaman dan penngamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada
al-quran dan al-sunnah adalah omong kosong.
2.
Wahyu
sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan biala akal difungsikan
untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami islam (wahyu) harus
dibimbinng oleh wahyu itu sendiri agar hasil pemahamannya benar dan
pengamalannya pun menjadi benar. Akal tidal boleh menyimpang dari prinsip etik
yang diajarkan oleh wahyu.
Kedudukan wahyu
terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera penglihatan manusia.. Oleh karena itulah, Alloh SWT
menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam
keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui
batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.
Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan
lebih tepat dibandingkan struktural, karena bagaimanapun juga akal
memiliki fungsi sebagai alat untuk memahami wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan
petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus melibatkan akal untuk memahami dan
menjabarkan secara praktis. Manusian diciptakan oleh tuhan dengan tujuan ang
jelas, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan untuk mencapai
tujuan tersebut manusia dibekali akal
dan wahyu.
0 Response to "Kedudukan Akal & Wahyu dalam Islam dan Fungsinya"
Post a Comment