A. Akal Dan Wahyu Dalam Pemikiran
Islam
Telah diketahui Islam berkembang dalam sejarah bukan hanya sebagai agama,
tetapi juga sebagai kebudayaan. Islam memang lahir pada mulanya hanya sebagai
agama di Makkah, tetapi kemudian tumbuh di Madinah menjadi negara,
selanjutnya membesar di Damasyik, menjadi kekuatan politik internasional yang daerahnya luas dan akhirnya berkembang di baghdad menjadi kebudayaan bahlkan peradapan yang tidak kecil pengaruhnya, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pada peradaban barat modern. Dalam perkembangan islam dalam kedua aspek itu, akal memainkan peranan penting, bukan dalam bidang kebudayaan saja, tetapi juga dalam bidang agama itu sendiri. Dalam membahas masalah-masalah keagamaan, ulama-ulama Islam tidak semata-mata berpegang pada wahyu, tetapi banayk pula bergantung pada pendapat akal. Peranan akal yang besar dalam pembahasan masalah-masalah keagamaan dijumpai bukan pula hanya dalam bidang filsafat, tetapi juga dalam bidang tauhid, bahkan juga dalam fikih dan tafsir sendiri .(Nasution Harun, 1986: 71)
selanjutnya membesar di Damasyik, menjadi kekuatan politik internasional yang daerahnya luas dan akhirnya berkembang di baghdad menjadi kebudayaan bahlkan peradapan yang tidak kecil pengaruhnya, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pada peradaban barat modern. Dalam perkembangan islam dalam kedua aspek itu, akal memainkan peranan penting, bukan dalam bidang kebudayaan saja, tetapi juga dalam bidang agama itu sendiri. Dalam membahas masalah-masalah keagamaan, ulama-ulama Islam tidak semata-mata berpegang pada wahyu, tetapi banayk pula bergantung pada pendapat akal. Peranan akal yang besar dalam pembahasan masalah-masalah keagamaan dijumpai bukan pula hanya dalam bidang filsafat, tetapi juga dalam bidang tauhid, bahkan juga dalam fikih dan tafsir sendiri .(Nasution Harun, 1986: 71)
1.
Fikih
Memulai pembicaraan tentang peranan akal dalam bidang fikih atau hukum
Islam, kata faqiha sendiri mengandung
makna faham atau mengerti. Untuk mengerti dan memahami sesuatu diperlukan
pemikiran dan pemakaian akal.
Denagn demikian fikih merupakan ilmu yang menbahas pemahaman dan tafsiran
ayat-ayat al-Qur’an, yang berkenaan dengan hukum. Untuk pemahaman dan
penafsiran itu diperlukan ihtihad, ihtihad pada asalnya mengandung arti usaha
keras dalam melaksanakan pekerjaan berat dan dalam istilah hukum berarti uasaha
keras dalam bentuk pemikiran akal untuk mengeluarkan ketentusn hukum agama dan
sumber-sumbernya.
2.
Ilmu Tauhid dan Teologi
Kalau dalam ilmu fikih peranan akal dalam hukum Islam yang dipermasalahkan,
dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam, permasalahannya meningkat menjadi akal dan
wahyu. Yang dipermasalahkan adalah kesanggupan akal dan wahyu terhadap dua
persoalan pokok dealam agama, yaitu adanya Tuhan srta kebaikan dan kejahatan.
3.
Falsafat
Sesuai denagn pengertian falsafat sebagai pemikiran sedalam-dalamnya
tentang wujud, akal lebih banyak dipakai dan akal dianggap lebih besar dayanya
dari yang dianggap dalam ilmu tauhid apalagi ilmu fikih. Sebagai akibatnya
pendapat-pendapat keagamaan filosof lebih liberal dari pada pendapat-pendapat
keagamaan ulamatauhid atau teolog, sehingga timbul sikap salah menyalahkan
bahkan kafir-mengkafirkan diantara kedua golongan itu. Filosof-filosof Islam
berkeyakinan bahwa antara akal dan wahyu, antara falsafat dan agama tidak ada
pertentangan. Keduanya sejalan dan serasi.
Al-Farabi, filosof yang datang sesudah Al-Kindi, juga berkeyakinan bahwa
antara agama dan falsafat tidak ada pertentangan. Menurut pandangannya
kebenaran yang dibawa wahyu dan kebenaran yang dihasilkan falsafat hasilnya
satu, walaupun bentuknya berbeda. Al-Farabilahfilosof Islam pertama yang
mengusahakan keharmonisan antara agama dan falsafat.
4.
Pemikir-Pemikir Pembaharuan
Islam
Demikianlah kedudukan akal dan wahyu
dalam pemikiran keagamaan Islam zaman klasik, yang terdapat dalam bidang fikih,
bidang tauhid, dan bidang falsafat. Sesudah zaman klasik yang berakhir secara
resmi pada pertengahan abad ketiga belas, pemikiran dalam Islam tidak
berkembang. Tetapi pada zaman modern sekarang mulai pada permulaan abad
ke-sembilan belas, pemikiran atas dorongan nasionalisme yang datang dari dunia
barat mulai timbul kembali. Pemimpin-pemimpin pembaharuan dalam Islam mulai
menonjolkan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur’an, dalam Hadis dan dalam
sejarah pemikiran Islam.
Kedudukan tinggi dari akal di zaman
modern ini dapat dilihat dalam pemikiran Ahmad Khan. Bagi pemimpin pembaharuan dalam Islam di India ini
hanya Al-Qur’an uang bersifat absolut dan harus dipercayai. Lainnya bersifat
relatif, boleh diterima, boleh ditolak. Tetapi disamping itu ia punya
kepercayaan yangkuat pada akal dan hukum alam. Islam dalam pendapatnya adalah
agama yang sesuai dengan akal dan hukum alam. Oleh sebab itu pendapat-pendapat
yang tidak sesuai dengan akal dan hukum alam timbul karena salah pemahaman
ataupeun salah interprestasi tentang ayat-ayat al-Qur’an. Islam adalah agama
yang sesuai denagan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Disamping itu akal dapat membuat hukum mengenai
hal-hal yang diatas untuk diamalkan oleh manusia.
Kesimpulan:
1. Akal merupakan hidayah Allah
yang diberikan kepada menusia berfungsi sebagai alat untuk mencari kebenaran,
akal mampu merumuskan yang bersifat kognitif dan manajerial.
2. Wahyu merupakan firman Allah
yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Wahyu baik yang langsung
(al-Qur’an) maupun tidak langsung (al-Sunnah) sebagi sumber ajaran Islam
3. Akal dan wahyu dilihat secara
fungsional bukan struktural, akal berfungsi untuk memahami wahyu, dan wahyu
berfungsi untuk meluruskan kerja akal.
4. Dalam ajaran Islam, akal
mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan hanya dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan
ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri.
5. Kedudukan
wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera penglihatan
manusia
0 Response to "Macam-Macam Pemikiran Islam yg diperoleh melalui Akal & Wahyu"
Post a Comment