Dalam studi ilmu kaidah fiqh, kita kita mendapat dua term
yang perlu dijelaskan, yaitu kaidah dan fiqh. Qawaid merupakan
bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan
istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan.
Ahmad warson menembahkan
bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan
dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 26 :
”Allah akan menghancurkan rumah-rumah
mereka dari fondasinya”. (Q.S. An-Nahl : 26)
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul
mendefinisikan kaidah dengan :
”Hukum yang biasa
berlaku yang bersesuaian
dengan sebagian besar bagiannya”.
Sedangkan arti fiqh secara
etimologi lebih dekat dengan ilmu, sebagaimana yang banyak dipahami, yaitu :
”Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama” (Q.S. At-Taubat : 122)
Dan juga Sabda Nabi SAW, yaitu :
Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya
diberikan kepadanya kepahaman dalam agama.
Sedangkan menurut istilah, Fiqh adalah
ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis)
yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci). Jadi, dari
semua uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Qawaidul fiqhiyah adalah :
”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku
pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya
diketahui hukum-hukum cabang itu”.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa setiap
kaidah fiqhiyah telah mengatur beberapa masalah fiqh dari berbagai bab.
1. Meraih kemaslahatan dan
menolak kemafsadatan
2.
Al-Qawaid al-Khamsah
(lima kaidah asasi)
Kelima kaidah asasi tersebut sebagai berikut :
a.
“segala
perkara tergantung kepada niatnya”
b.
“keyakinan tisak bisa
dihilangkan dengan adanya keraguan”
c.
“kesulitan mendatangkan
kemudahan”
d.
“kemudhoratan harus
dihilangkan”
e.
“adat
kebiasaan dapat dijadikan (pertimbangan) hukum”
0 Response to "Kaidah Fiqh"
Post a Comment