Filologi di Kawasan Nusantara



2.2. Filologi di kawasan Nusantara
Nusantara adalah kawasan Asia Tenggara yang memiliki peradaban tinggi dan diwariskan turun-temurun melalui berbagai media, salah satunya tulisan dan naskah-naskah lama yang dibuktikan dengan jumlah koleksi yang terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya. Sebelum abad ke-14 Indonesia dipengaruhi  oleh kerajaan Sriwijaya dan tulisan-tulisan dengan bahasa Sansekerta sebagai bahasa pengantar, serta agama Buddha sejak abad ke-7 yang terkenal di Asia. Teks yang berasal dari India disalin, didiskusikan dan diberikan komentar dalam bahasa Jawa Kuno. 
Hasil gambar untuk nusantara
Hingga abad ke-10 pengaruh agama Hindu, Buddha masih sangat kuat mewarnai tradisi tulis naskah di Nusantara dan menjadi bahasa terpenting bagi cendekiawan dan agamawan di Sumatera, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. Naskah Nusantara mirip dengan naskah di dunia Eropa yang tersedianya sejumlah naskah lama dengan bahasa kuno dan berisi gambaran kebudayaan lama yang merekam nilai-nilai kehidupan luhur. Semuanya perlu digali untuk studi sejarah, filsafat, bahasa dan pedoman generasi selanjutnya. Perubahan penting dalam sejarah dan tradisi tulisan naskah ketika pengaruh Islam semakin kuat pada abad ke-13, serta bergantinya bahasa Sansekerta menjadi bahasa Melayu. Abad ke-14 tradisi penulisan naskah Melayu menggunakan aksara Jawi mendominasi sampai abad ke 15,16 dan 17 tradisi tersebut tetap hidup di masa modern. Meski manuskrip-manuskrip Nusantara sejak abad ke-7 tetapi kajian filologi fi Nusantara baru tumbuh dan berkembang saat pemerintahan kolonial Belanda melalui misi peradaban dengan mendirikan dua institusi : NBG dan KITLV. 
Hasil gambar untuk nusantara
Daftar naskah Nusantara awalnya disusun oleh M. Leydecker dan C. Mutter tahun 1696 M di Batavia berupa daftar naskah peninggalan perwira asal Perancis Isaac de Saint-Martin. Jumlah naskah yang tercatat dalam koleksi ini mencapai 89 naskah, 60 naskah berbahasa Melayu yang sebenarnya dipindahkan ke Bataviasach Genootschap. Berarti, tradisi tulis asli Nusantara, tradisi Jawa dianggap sebagai yang tertua dan menghasilkan naskah dalam jumlah terbanyak. Kegiatan paling awal terkait naskah Nusantara adalah inventarisasi dan pencatatan yang telah dimulai pada akhir abad ke-17, tetapi telaah naskah Nusantara dimulai abad ke-20. Publikasi pertama lainnya mendaftarkan semua daftar katalog naskah semua bahasa daerah Nusantara ditulis Chambert-Coir dan Faturrahman tahun 1999.

2.3.1.     Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat
Abad ke-16  para  pedagang  mengetahui naskah lama dan filologi dikembangkan oleh kolonial Belanda, mereka melihat naskah-naskah sebagai barang dagangan yang mendatangkan untung besar maka naskah-nasakah lama dikumpulkan melalui perorangan atau  pesantren maupun kuil kemudian membawanya ke Eropa dan dijual atau dihadiahkan. Peter Floris seorang yang bergerak dalam perdagangan naskah tahun 1604. Kumpulan naskah Elbinck dijual kepada Thomas Erpenius berasal dari Leiden tahun 1584-1624. Tahun 1632 koleksi naskah Nusantara Erpenius jatuh ke perpustakaan Universitas Oxford. Friedrick de Houtman sangat besar minatnya terhadap kebudayaan Nusantara yang diawali dengan mengumpulkan kosa kata daerah Melayu dan yang pernah didatangi, data-data bahasa yang digunakan dari naskah-naskah saat itu.
           Di zaman VOC usaha mempelajari bahasan Nusantara terbatas pada bahasa Melayu karena dengan bahasa Melayu mereka dapat menghubungkan dengan bahasa pribumi dan bangsa asing yang mengunjungi kawasan itu seperti Cina, India, dan bangsa Eropa lainnya. Peran saudagar sebagai peminat bahasa melalui naskah-naskah dilanjutkan oleh penginjil yang dikirm oleh VOC ke Nusantara dalam jumlah besar selama dua abad pertama.

2.3.2.     Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil
Tahun 1629 terbit terjemahan Alkitab yang pertama dalam bahasa Melayu yang diterbitkan oleh Jan Jacobs, Palenstein dan nama penerjemahnya Alber Cornelisz. Seorang penginjil yang menaruh minat kepada naskah Melayu adalah Dr. Melchior Letjdecker tahun 1645-1701. Pada tahun 1835 jilid pertama terjemahan terbit. Tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja Belanda Leijdecker menyusun terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu tinggi tetapi terjemahan belum selesai lalu dilanjutkan oleh seorang penginjil bernama Petrus van den Vorm yang terkenal sebagai seorang yang menguasai bahasa Ibrani dan bahasa Timur dengan baik pada tahun 1664-1731. Francois Valentijn tahun 166-1727 adalah seorang pendeta yang menulis beberapa aspek kebudayaan di Nusantara dalam karangan ensiklopedia tahun 1726 yang berisi naskah-naskah Nusantara, kebudayaan Nusantra dan menyusun kamus serta buku tatabahasa Melayu dengan baik. Penginjil yang dikenal akrab dengan bahasa dan kesastraan Melaayu adalah G.H. Werndly menulis karangan yang terbit tahun 1736 dalam lampirannya naskah Melayu yang dikenali sebanyak 69 naskah yang mempelajari dan mengerti isi kandungan karena setiap naskah dinberi ringkasan isi serta diberikan deskripsinya.
Hasil gambar untuk nusantara
                Kedudukan VOC menjadi lemah akibatnya untuk mempelajari bahasa dan naskah-naskah menjadi berkurnag. Usaha pengajaran dan penyebaran Alkitab diteruskna oleh Zending dan Bijbelgenootschap.  Tahun 1814 lembaga mengirim seorang penginjil Pesantren bernama G. Bruckner ke Indonesia yang bertugas menyebarkan Alkitab kepada masyarakat Jawa, terjemahannya terbit tahun 1831 dalam huruf Jawa. Nederbindsche Bybelgenootschop (NBG) memiliki kegiatan yang mengharuskan penyiar dan penerjemah Alkitab dikirim ke Indonesia harus memmiliki pendidikan akademik yang berdampak positif munculnya karangan ilmiah dari  para penginjil yang dapat membantu pememrintah memberi pembelajaran bahasa secara ilmiah. Yang memenuhi persyartan adalah J.V.C. Gericke tahun 1824 ditugaskan dalam bidang bahasa Jawa. Penginjil juga ditugaskan ke daerah Kalimantan berbahasa Dayak, Sumatra berbahasa Batak, daerah Bugis dan Makasar, daerah Sunda, dan kepulauan Nias. Para penginjil melakukan penelitian dan kajian ilmmiah terhadap dokumen dan Naskah Nusantara menggunakan bahasa daerah, untuk memahami isi kandungan diadakan penyuntingan agar dapat diketahui oleh golongan yang lebih luas berupa penyajian teks dalam akasara asli disertai pengantar pendahuluan yanng sangat singkat tanpa analisis. Di antara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang dikunjungi, seperti Toraja oleh N. Adriani dan Kruijt.

2.4. Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara
                       Mimbar kuliah diadakan di Koninklijke Militaire Academie di Breda tahun1836 dan di Delft tahun 1842 mengangkat Taco Roorda dan Roorda van Esinga sebagai guru besra dalam bahasa Melayu. Kajian ahli filologi terhadap naskah Nusantara bertujuan menyunting, membahas serta menganalisis. Hasil suntingan berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, suntingan pada teraf awal menggunakan metode intuitif dan diplomatik. Perkembangan selanjutnya naskah disunting dalam bentuk transliterasi dan huruf lain, suntingan naskah disertai terjemahan dalam bahasa asing, suntingan naskah dengan metode kritik teks. Abad ke-20 juga muncul terbitan ulangan dari naskah yang pernah disunting untuk disempurnakan, banyak juga diterrbitkan naskah keagamaan hingga isinya dikaji oleh ahli teologi serta menghasilkan karya ilmiah, suntingan naskah dikerjakan oleh Nagib Al-Attas tahhun 1970.Naskah sejarah telah disunting dapat dimanfaatkan oleh ahli sejarah, dikerjakan Teuku Iskandar. Telaah naskah untuk pembahasan isinya yang ditinjau dari berbagai disiplin C.A.O nan Nieuwenhuijze tahun 1945. Telaah filologi terhadap naskah daerah luar Jawa dan Melayu banyak dilakukan oleh H.T. Damste berdasarkan bahasa Aceh tahun 1928. Pada periode terakhir mulai dirintis telaah naskah Nusantara dengan analisis ilmu sastra (Barat), suntingan naskah disertai telaah amanat dan struktur tahun 1980. Dekade berikutnya dilakukan penelitian menggunakan analisis intelektual tahun 1985, selain itu dengan analisis resepsi. Telaah dikenalnya dan tersedianya suntingan sejumlah naskah Nusantara maka terbukalah menyusun sejarah kesusastraan Nusantara atau daerah.
           Tahun 1940 terbitlah buku berjudul A History of Malay Literature oleh Winstedi dan telah mendorong minat untuk menyusun kamus bahasa Nusantara, adapun kamus bahasa Jawa yang banyak dikenal Van der Tuuk tahun 1897-1912.Dengan munculnya pandangan bahwa ilmu filologi itu ilmu sastra maka mullailah diadakan telaah teks lama dengan teori ilmu sastra dengan menggunakan pendekatan struktural, reseprif yang dapat membuka latar belakang teks lama dan kebudayaan lebih lengkap.
            Hasrat pribumi untuk mengkaji teks-teks Nusantara baru muncul setelah tahhun 1965 ketika mulai terjlain kerja sama antara perguruan tinggi Indonesia dengan instituusi luar negeri. Salah satu hal yang mempengaruhi adalah masuknya berbagai teori sastra seperti struktualisme, intelektualisme, resepsi serta berbagai teori lain ke dalam khazanah intelektual di Nusantara, tidak terkecuali para pengaji naskah terjadi awal 1965.
Hasil gambar untuk nusantara
 Berdasarkan para ahli filologi terhadap naskah Nusantara abad ke-20 dan sebelumnya telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu dengan tujuan ilmu filologi yang melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nlai luhur yang disimpan di dalamnya. Pembicaraan kegiatan filologi pada abad ke-20 di titik beratkan di kawasan Nusantara karena terdapat khazanah raksasa bagi naskah kuno yang tertulis dalam bahasa aksara dan daerah. Isi sari naskah-naskah kuno beraneka ragam seperti kesusastraan, keagamaan, kemasyarakatan, sejarah,, filsafat, dll.
Berbagai pendekatan teori sastra dalam mengkaji naskah kuno telah memberi kontribusi besar dalam perkembangan kajian filologi di Nusantara. Hingga saat ini, pendekatan kajian naskah dengan memanfaatkan teori ini banyak diikuti oleh para pengkaji naskah generasi selanjutnya.

0 Response to "Filologi di Kawasan Nusantara"

Post a Comment

Popular Posts