Istishhab
'Istishhab
menurut bahasa berarti "mencari sesuatu yang ada hubungannya."
Menurut istilah ulama ushul fiqh, ialah tetap berpegang kepada hukum yang telah
ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum
tersebut. Atau dengan perkataan lain, ialah menyatakan tetapnya hukum pada masa
yang lalu hingga ada dalil yang mengubah ketetapan hukum itu.
Menurut Ibnu Qayyim, istishhab ialah menyatakan tetap
berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum
adanya hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan hukumnya. Sedang
menurut asy-Syathibi, istishhab ialah segala ketetapan yang telah ditetapkan
pada masa lampau dan dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang.
Dari pengertian istishhab yang dikemukakan Ibnu Qayyim di
atas, dipahami bahwa istishhab itu terbagai kepada dua macam;
i.
Segala hukum yang
telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang,
kecuali kalau ada yang mengubahnya. Berdasarkan pengertian ini, istishhab
merupakan salah satu produk hukum.
ii.
Menetapkan segala hukum yang ada pada masa
sekarang, berdasarkan ketetapan hukum pada masa yang lalu. Berdasarkan
pengertian ini, istishhab merupakan proses penetapan hukum.
Contoh
istishhab
1.
Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dengan perempuan B, kemudian mereka
berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama
berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat
kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada
perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah.
Berpegang dengan hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan
antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishhab.
2.
Menurut firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي
الْأَرْضِ جَمِيعًا ...
"Dia
(Allah)lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untukmu (manusia)." (al-Baqarah: 29)
Dihalalkan bagi manusia memakan apa saja yang ada di muka
bumi untuk kemanfaatan dirinya, kecuali kalau ada yang mengubah atau
mengecualikan hukum itu. Karena itu ditetapkanlah kehalalan memakan
sayur-sayuran dan binatang-binatang selama tidak ada yang mengubah atau
mengecualikannya.
Dasar
hukum istishhab
Dari keterangan dan contoh-contoh di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa sebenarnya istishhab itu bukanlah suatu cara menetapkan hukum
(thuruqul isthinbath), tetapi ia pada hakikatnya adalah menguatkan atau
menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang pernah ditetapkan karena tidak ada
yang mengubah atau yang mengecualikannya. Pernyataan ini sangat diperlukan,
untuk menjaga jangan sampai terjadi penetapan hukum yang berlawanan antara yang
satu dengan yang lain, seperti dipahami dari contoh-contoh di atas. Seandainya
si B boleh kawin dengan si C, tentulah akan terjadi perselisihan antara A dan C
atau akan terjadi suatu keadaan pengaburan batas antara yang sah dengan yang
tidak sah (batal) dan antara yang halal dengan yang haram.
Karena itulah ulama Hanafiyah menyatakan bahwa sebenarnya
istishhab itu tidak lain hanyalah untuk mempertahankan hukum yang telah ada,
bukan untuk menetapkan hukum yang baru. Istishhab bukanlah merupakan dasar atau
dalil untuk menetapkan hukum yang belum tetap, tetapi ia hanyalah menyatakan
bahwa telah pernah ditetapkan suatu hukum dan belum ada yang mengubahnya. Jika
demikian halnya istishhab dapat dijadikan dasar hujjah.
Sebagian besar pengikut Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki,
Madzhab Syafi'i, Madzhab Hanbali dan Madzhab Dzahiri berhujjah dengan
istishhab, hanya terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaannya, seperti
pernyataan Abu Zaid, salah seorang ulama Madzhab Hanafi istishhab itu hanya
dapat dijadikan dasar hujjah untuk menolak ketetapan yang mengubah ketetapan
yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum baru.
Jika diperhatikan proses terjadi atau perubahan
undang-undang dalam suatu negara atau keputusan pemerintah, maka istishhab ini
adalah kaidah yang selalu diperhatikan oleh setiap pembuat undang-undang atau
peraturan.
Dari istishhab itu dibuat kaidah-kaidah fiqhiyah yang dapat
dijadikan dasar untuk mengisthimbathkan hukum antara lain
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ
"Menurut
hukum asal segala sesuatu itu mubah (boleh dikerjakan)."
الأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
"Menurut
hukum asal bebas dari tanggungan”
اليَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ
"(Hukum
yang ditetapkan dengan) yakin itu tidak akan hilang (hapus) oleh (hukum yang
ditetapkan dengan) ragu-ragu."
الأَصْلُ بَقَاءُ مَاكَانَ عَلَى مَاكَانَ
"Menurut
hukum asal keadaan semula berlaku atas keadaan yang sekarang”
Ialah menjadikan hukum suatu
peristiwa yang telah ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa
berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah ketentuan hukum itu.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa istishhab itu bukan untuk menetapkan suatu hukum yang baru,
tetapi melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan bukan untuk menetapkan
yang belum ada.
0 Response to "Istishhab"
Post a Comment