KEISTIMEWAAN AQIDAH ISLAM [1]
(AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH)
Oleh :
Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd
Aqidah
Islam yang tercermin di dalam aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah
memiliki sejumlah keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh aqidah manapun.
Hal itu tidak mengherankan,
karena aqidah tersebut diambil dari wahyu
yang tidak tersentuh kebati lan
dari arah manapun datangnya.
Keistimewaan itu antara lain:
1- Sumber Pengambilannya adalah Murni
Hal itu
karena aqidah Islam berpegang pada Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ Salafush
shalih. Jadi, aqidah Islam diambil dari sumber yang jernih dan jauh dari
kekeruhan hawa nafsu dan syahwat.
Keistimewaan ini tidak dimiliki
oleh berbagai madzhab, millah dan ideology lainnya di luar aqidah Islam (aqidah
Ahli Sunnah wal Jama’ah).
Orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah.
Kaum sufi mengambil ajarannya dari kasyaf (terbukanya tabir antara
makhluk dengan Tuhan), ilham,
hadas (tebakan), dan mimpi.
Kaum Rafidlah mengambil ajarannya dari asumsi mereka di dalam al-jafr (tulisan
tangan Ali bin Abi Thalib _) dan
perkataan imam-imam mereka.[2]
Sementara itu para penganut
madzhab-madzhab pemikiran dan aliran-aliran sesat lainnya, seperti Komunisme
dan Sekularisme, mendasarkan pokok-pokok mereka pada sampah pikiran orang-orang
sesat dan pola pikir orangorang kafir dan atheis yang menjadikan hawa nafsu dan
syahwat mereka sebagai sumber hukum bagi hamba-hamba Allah.[3]
Sedangkan aqidah Ahli Sunnah wal
Jama’ah –alhamdulillah- selamat dan bersih dari kebohongan dan kepalsuan
semacam itu.
2. Berdiri di atas Pondasi Penyerahan
Diri kepada Allah dan Rasul-Nya
Hal itu
karena aqidah bersifat ghaib, dan yang ghaib tersebut bertumpu pada penyerahan
diri. Islam tidak akan berdiri tegak melainkan di atas pondasi penyerahan diri
dan kepasrahan.
Jadi, iman kepada yang ghaib
merupakan salah satu sifat terpenting bagi orang-orang mukmin yang dipuji oleh
Allah Ta’ala.
Firman-Nya,
“Alif laam miin. Kitab ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. Yaitu,
mereka yang beriman kepada yang ghaib,yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)
Sebab, akal tidak mampu memahami
yang ghaib dan tidak mampu secara mandiri mengetahui syariat secara rinci,
karena kelemahan dan keterbatasannya. Sebagaimana pendengaran manusia yang
terbatas penglihatannya yang terbatas, dan kekuatan yang terbatas, maka akalnya
pun terbatas. Sehingga tidak ada pilihan lain selain beriman kepada yang ghaib
dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Sedangkan aqidah-aqidah lainnya
tidak berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan tunduk kepada rasio,
akal, dan hawa nafsu. Padahal, sumber kerusakan umat dan agama tidak lain
adalah karena mendahulukan aqli daripada naqli, mendahulukan rasio daripada
wahyu, dan mendahulukan hawa nafsu daripada petunjuk.[4]
3. Sesuai dengan Fitrah yang
Lurus dan Akal yang Sehat
Aqidah
Ahli Sunnah wal Jama’ah sesuai dengan fitrah yang sehat dan selaras dengan akal
yang murni. Akal murni yang bebas dari pengaruh syahwat dan syubuhat tidak akan
bertentangan dengan nash yang shahih dan bebas dari cacat.
Sedangkan aqidah-aqidah lainnya
adalah halusinasi dan asumsi-asumsi yang membutakan fitrah dan membodohkan
akal.
Oleh karena itu, jikalau
diandaikan bahwa seseorang bisa melepaskan diri
dari segala macam aqidah dan
hatinya menjadi kosong dari kebenaran dan
kebatilan, kemudian ia mengamati
semua jenis aqidah –yang benar maupun
yang salah- dengan adil, fair,
dan pemahaman yang benar, niscaya ia akan
melihat kebenaran dengan jelas
dan mengetahui bahwasanya orang yang
menganggap sama antara aqidah
yang benar dan yang tidak benar adalah
seperti orang yang menganggap
sama antara malam dan siang. [5]
4. Sanadnya Bersambung kepada
Rasulullah _, Para Tabi’in, dan Imam-Imam Agama, baik dalam Bentuk Ucapan,
Perbuatan, maupun Keyakinan (I’tiqad)
Keistimewaan
ini merupakan salah satu karakteristik Ahli Sunnah yang diakui oleh banyak
seterunya, seperti Syi’ah dan lain-lain. Sehingga –alhamdulillahtidak ada satu
pun di antara pokok-pokok Ahli Sunnah wal Jama’ah yang tidak memiliki dasar
atau landasan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau riwayat dari generasi Salafush
shalih.
Berbeda dengan aqidah-aqidah
lainnya yang bersifat bid’ah dan tidak
memiliki landasan dari Al-Qur’an,
As-Sunnah, maupun riwayat dari generasi Salafush shalih.
5. Jelas, Mudah dan Terang
Aqidah
Islam adalah aqidah yang mudah dan jelas, sejelas matahari di
tengah hari. Tidak ada kekaburan,
kerumitan, kerancuan, maupun
kebengkokan di dalamnya. Karena,
lafazh-lafazhnya begitu jelas dan maknamaknanya demikian terang, sehingga bisa
dipahami oleh orang berilmu maupun orang awam, anak kecil maupun orang tua.
Karena Rasulullah _
membawakannya dalam kondisi yang
putih bersih, malam harinya seperti
siang harinya. Tidak ada yang
menyimpang darinya selain orang yang binasa.
Salah satu contoh kejelasannya
adalah sebuah kitab yang sangat populer di
dalam Hadis tentang Jibril.[6] Hadis ini memaparkan
pokok-pokok ajaran Islam dengan sangat mudah, ringan, jelas dan terang.
Dalil-dalil lain seperti itu
sangat banyak jumlahnya. Begitu pasti, nyata, dan
jelas. Maknanya merasuk ke dalam
pemahaman dengan penglihatan awal
dan pandangan pertama. Semua
orang bisa memahaminya. Karena dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah bagaikan
makanan yang dimanfaatkan oleh setiap manusia, bahkan seperti air yang
bermanfaat bagi anak-anak, bayi, orang yang kuat maupun orang yang lemah.
Dalil-dalil Al-Qur’an dan
As-Sunnah demikian nikmat dan jelas, sehingga bisa memuaskan dan menenangkan
jiwa, serta menanamkan keyakinan yang benar dan tegas di dalam hati.
Tidakkah anda memikirkan bahwa
yang mampu memulai pasti lebih mampu untuk mengembalikan lagi.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Dia-lah yang memulai
penciptaan kemudian mengembalikannya
kembali, dan itu lebih mudah
bagi-Nya.” (QS. Ar-Ruum: 27)
Manajemen di sebuah tempat saja
tidak mungkin bisa berjalan dengan tertib bilamana ditangani oleh banyak
manajer. Bagaimana pula dengan alam semesta?
Allah Ta’ala berfirman,
“Sekiranya di langit dan di bumi itu ada
tuhan-tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu telah rusak binasa.”
(QS. Al-Anbiya’: 22)
Yang hendak menciptakan pastilah
mengetahui dahulu kemudian
menciptakan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah Allah yang menciptakan
itu tidak mengetahui; sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS.
Al-Mulk: 14)
Dalil-dalil semacam itu bagaikan
air yang digunakan oleh Allah untuk
menciptakan segala sesuatu yang
hidup.[7]
6. Bebas dari Kerancuan, Paradoks
dan Kekaburan
Di
dalam aqidah Islam sama sekali tidak ada tempat untuk hal-hal semacam itu.
Bagaimana tidak? Aqidah Islam adalah wahyu yang tidak bisa dimasuki oleh
kebatilan dari arah manapun datangnya.
Sebab, kebenaran itu tidak
mungkin rancu, paradoks, maupun kabur,
melainkan serupa satu sama lain
dan saling menguatkan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Andaikata Al-Qur'an itu berasal dari selain
Allah, niscaya mereka
mendapat banyak pertentangan di
dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Sedangkan kebatilan justru
sebaliknya. Anda menemukan bahwa bagian yang satu membatalkan bagian yang lain,
dan para pendukungnya benar-benar paradoks.
Bahkan anda bisa menemukan salah
seorang dari mereka mengalami paradoks dengan dirinya sendiri, dan
ucapan-ucapannya tampak serampangan.[8]
Jadi, aqidah Ahli Sunnah bebas
dari semua itu. Sedangkan aqidah-aqidah
lainnya, jangan ditanya
kerancuan, paradoks, dan kekaburan yang ada di
dalamnya. Kaum Rafidlah,
misalnya, mereka mengatakan bahwa para imam
mereka mengetahui apa-apa yang
sudah terjadi dan yang akan terjadi. Tidakada sesuatu pun yang tersembunyi dari
mereka. Mereka tahu kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali
dengan persetujuan
mereka.[9]
Salah satu pokok agama mereka
(kaum Syi’ah Rafidlah) adalah berlebihlebihan
terhadap para imam. Mereka
menyebut para imam itu memiliki
sifat-sifat yang bahkan tidak
dimiliki oleh para Nabi. Tapi kita melihat pokok agama mereka yang lain
ternyata bertolak belakang dengan klaim tersebut.
Karena, salah satu prinsip agama
mereka adalah “taqiyah” (menghindar).
Jika mereka ditanya, “Mengapa
imam-imam anda bersembunyi? Mengapa
mereka tidak menyuarakan
kebenaran?” Maka mereka akan menjawab,
“Taqiyah” (menghindar).” Jika
mereka ditanya, “Taqiyah (menghindar) dari
siapa?” Mereka menjawab, “Dari
musuh-musuh.” Musuh yang mana?
Bukankah anda mengklaim bahwa
para imam itu tahu kapan mereka akan
mati, dan mereka tidak akan mati
kecuali dengan persetujuan mereka?!
Hal yang sama juga tentang kaum
sufi. Betapa banyak paradoks
(pertentangan) di dalam keyakinan
mereka. Salah satu contohnya adalah
bahwa sebagian dari mereka
berkeyakinan bahwa Nabi _ adalah
makhluk
pertama. Bahkan, menurut mereka,
seluruh alam semesta ini diciptakan dari cahayanya (nuur Muhammad _). [10]
Kendati pun demikian, mereka
terlihat selalu mengadakan perayaan maulid
(hari kelahiran) Nabi _. Jika mereka ditanya, “Perayaan
apa yang anda
adakan?” Mereka menjawab,
“Perayaan maulid Nabi _ yang
dilahirkan pada
tahun gajah.” Lihatlah paradoks
ini. Anda tidak perlu heran terlalu jauh,
karena paradoks adalah perilaku
dari setiap kebatilan dan pembuatnya.
Pun, tentang madzhab-madzhab
pemikiran sesat lainnya. Komunisme –
misalnya- yang dibangun
berdasarkan atheisme dan pengingkaran terhadap
semua agama. Mereka menyatakan
bahwa tuhan tidak ada dan seluruh
kehidupan adalah materi.
Ternyata
ketika penindasan Hitler terhadap Rusia
semakin kuat pasca Perang Dunia
Kedua, maka Stalin si durjana
memerintahkan untuk membuka
tempat-tempat ibadah dan menundukkan
diri kepada Allah Ta’ala.
7. Aqidah Islam Terkadang Berisi
Sesuatu yang sulit di cerna akal,
tetapi tidak Berisi Sesuatu yang
Mustahil.
Di
dalam aqidah Islam terdapat hal-hal yang memusingkan akal dan sulit dipahami,
seperti perkara-perkara ghaib: siksa kubur, nikmat kubur, shirath (jembatan),
haudl (telaga), Surga, Neraka, dan bagaimana bentuk sifat-sifat Allah Ta’ala.
Akal mengalami kebingunan dalam
memahami hakikat dan bentuk perkaraperkara tersebut. Akan tetapi, akal tidak
meni lainya mustahil (impossible), melainkan pasrah, tunduk, dan patuh. Karena,
perkara-perkara tersebut berasal dari wahyu yang diturunkan, yang tidak
berbicara dari hawa nafsu dan tidak dimasuki kebatilan dari arah manapun
datangnya.[11]
Sedangkan aqidah-aqidah lainnya
berisi kemustahilan-kemustahilan yang
secara aksioma dinyatakan
mustahil oleh akal. Misalnya, aqidah-aqidah
Yahudi yang sudah diubah.
Orang-orang Yahudi beranggapan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah.
Menurut mereka, Allah telah memilih mereka sebagai pilihan dan menjadikan
bangsa-bangsa lainnya sebagai keledaikeledai yang bisa ditunggangi oleh bangsa
Yahudi.
Lihatlah omong kosong di atas
yang dinilai mustahil oleh akal. Sebab,
bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha
Bijaksana menjadi rasialis, berpihak
kepada salah satu etnis, dan
menelantarkan etnis-etnis lainnya?!
Adapun umat Nashrani, mereka
mengatakan bahwa Allah adalah oknum
ketiga dari tiga oknum
(trinitas). Menurut mereka, dengan nama bapa, anak
dan ruhul qudus adalah tuhan yang
satu. Bagaimana mungkin tiga oknum
menjadi satu? Ini adalah
kemustahilan yang tidak bisa digambarkan.
Termasuk keyakinan mereka tentang
“Perjamuan Tuhan”, sertifikat
pengampunan dosa, dan lain-lain
yang dini lai mustahil oleh akal.[12]
Oleh sebab itu, sebagian cerdik
pandai mengatakan bahwa semua ucapan manusia bisa dimengerti kecuali ucapan
umat Nashrani. Hal itu karena orang yang membuatnya tidak bisa memahami apa
yang mereka katakan.
Mereka berbicara berdasarkan
kebodohan. Mereka menggabungkan dua hal yang paradoks di dalam pembicaraan
mereka. Karena itu, ada sebagian orang yang mengatakan, “Seandainya ada 10
orang Nashrani berkumpul, niscaya mereka akan terbagi menjadi 11 pendapat.” Dan
ada pula yang mengatakan, “Seandainya anda bertanya kepada seorang pria
Nashrani, istrinya dan anaknya tentang tauhid mereka, niscaya si pria akan
mengatakan sesuatu, si wanita mengatakan sesuatu yang lain dan si anak
mengatakan pendapat yang lain lagi.[13]
Jikalau kita mengamati dengan
seksama aqidah-aqidah yang diyakini oleh
aliran-aliran sesat, maka kita
akan menemukan bahwa di dalamnya banyak
terdapat kemustahilan. Kaum
Rafidlah, misalnya, berpendapat bahwa Al-
Qur’anul Karim yang ada di tangan
umat Islam dan telah dijamin untuk
dilindungi oleh Allah adalah
Al-Qur’an yang tidak lengkap dan telah diubah.
Menurut mereka, Al-Qur’an yang
lengkap bersama dengan imam yang sedang ditunggu akan muncul di akhir zaman
dari sebuah terowongan di Samura.
Pertama-tama, lihatlah khurafat
terowongan itu; kemudian, simaklah
statemen mereka, bahwa Al-Qur’an
yang lengkap bersama dengan imam
yang sedang ditunggu akan muncul
di akhir zaman.[14]
Lalu, apa gunanya Al-Qur’an yang
tidak akan muncul kepada manusia kecuali di akhir zaman nanti? Kemudian,
sesuaikah dengan kebijaksaan, kasih sayang dan keadi lan Allah bilamana manusia
hidup tanpa petunjuk dan wahyu hingga ketika akhir zaman tiba maka Allah akan
menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi mereka?!
Sedangkan kaum Nushairiyah
memiliki reputasi tertinggi dalam kebohongan ini.
Semua firqah mereka menyembah Ali
bin Abi Thalib _.
Kendati pun demikian mereka
sangat menghormati pembunuhnya,
Abdurrahman bin Muljam. Karena
mereka beranggapan bahwa si pembunuh itu telah membebaskan lahut dari nasut.[15]
Mereka juga berangapan bahwa
tempat tinggal Ali bin Abi Thalib _ adalah
awan. Jika ada awan yang
melintasi mereka, maka mereka akan berkata,
“Assalamu’alaika, ya Abal Hasan
(Salam sejahtera untukmu, wahai Abul
Hasan).” Mereka juga mengatakan
bahwa petir adalah suaranya dan ki lat
adalah cemetinya.
Sebagian dari mereka beranggapan
bahwa Ali tinggal di bulan. Golongan ini
disebut Firqah Qomariyah. Mereka
berpendapat bahwa Ali tinggal di bulan,
pada bagian kehitaman di bulan
tersebut. Oleh karena itu, mereka
mengkultuskan bulan dan menyembah
Ali yang berada di sana .
Subhanallah! Lalu, apa gerangan
bagian kehitaman yang ada di bulan itu
sebelum Ali diciptakan?!
Sebagian lainnya beranggapan
bahwa Ali berada di matahari. Oleh karena
itu, mereka menghadap ke arah
matahari sewaktu beribadah. Golongan
mereka disebut dengan Firqah
Syamsiyah.[16]
Jika kita mengamati aqidah kaum
Baha’iyah, maka kita akan melihatnya
penuh dengan keanehan, dan setiap
orang yang berakal tidak punya pilihan
lain selain memvonisnya sebagai aqidah
yang sesat dan mustahil.
Ambillah contoh tentang kiblat
kaum Baha’iyah. Ketika mengerjakan shalat,
mereka menghadap ke arah pemimpin
mereka, Al-Baha’ Al-Mazandarani. Hal itu ditegaskan sendiri oleh sang pemimpin.
Kiblat itu berubah-ubah seiring dengan perpindahan dan pergerakan sang
pemimpin. Ketika ia berada di Teheran, maka penjara Teheran adalah kiblat
mereka. Dan ketika ia berada di Baghdad , maka
kiblat mereka adalah Baghdad .
Pun ketika ia di Akka, maka kiblat mereka di Akka. Begitulah seterusnya…
Adakah seseorang yang pernah
melihat permainan seperti ini? Kemudian,
bagaimana cara kaum Baha’iyah
mengetahui kiblat mereka sewaktu Al-Baha’–sang pemimpin- berada di perjalanan
pada waktu alat komunikasi nirkabel dan televisi belum ada? [17]
Jadi, alhamdulillah, aqidah Ahli
Sunnah bebas dari itu semua.
8. Umum, Universal dan Berlaku
untuk Segala Zaman, Tempat, Umat
dan Keadaan
Aqidah Islam bersifat umum,
universal, dan berlaku untuk segala zaman, tempat, umat, dan keadaan. Ia
berlaku bagi generasi awal maupun
belakangan, bangsa Arab maupun
non Arab. Bahkan, segala urusan tidak bisa berjalan tanpa aqidah Islam.
9. Kokoh, Stabil dan Kekal
Aqidah Islam adalah aqidah yang
kokoh, stabil, dan kekal. Aqidah Islam
sangat kokoh ketika menghadapi
bertubi-tubi pukulan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan
Yahudi, Nashrani, Majusi, dan lain-lain. Setiap kali mereka menganggap bahwa
tulangnya sudah rapuh, baranya sudah redup, dan apinya sudah padam, ternyata ia
kembali muda, terang, dan jernih. Aqidah Islam akan tetap kokoh sampai hari
Kiamat dan senantiasa dilindungi oleh Allah. Ia ditransfer dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya tanpa
mengalami perubahan, penggantian, penambahan, maupun pengurangan. [18]
Bagaimana tidak, sedangkan Allah
lah yang langsung menangani pemeliharaan dan eksistensinya, dan tidak
menyerahkan hal itu kepada
salah satu makhluk-Nya?
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami lah yang
menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguh-nya
Kami benar-benar memeliharanya.”
(QS. Al-Hijr: 9)
Dia juga berfirman,
“Mereka ingin memadamkan cahaya
Allah dengan mulut mereka, namun
Allah tetap menyempurnakan
cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu
membencinya.” (QS. Ash-Shaff: 8)
Salah satu contoh yang menunjukkan
kekokohan dan keberlanjutan aqidah
Islam adalah bahwa
pendapat-pendapat Ahli Sunnah tentang sifat-sifat
Allah, takdir, syafaat, dan
lain-lain, semuanya masih terpelihara, sebagaimana diriwayatkan dari generasi
Salaf.
Ini sangat berbeda dengan
millah-millah yang lain, golongan-golongan yang
sesat, dan paham-paham yang
destruktif. Kaum Yahudi dan Nashrani telah
melakukan penggantian,
pengubahan, dan manipulasi terhadap kitab suci
mereka. Sedangkan firqah-firqah
lainnya jarang sekali mampu bertahan
dengan memegang teguh sebuah
pokok.
Aqidah-aqidah tersbut tidak
mempunyai sifat kekal dan berkelanjutan.
Betapapun besar dan bagusnya
aqidah-aqidah tersebut ternyata tidak
mampu bertahan dalam waktu yang
lama setelah melewati banyak
perubahan dan berbagai macam perkembangan.
Tidak lama setelah
batangnya mengeras dan durinya
menguat, tiba-tiba ia mulai hilang dan
lenyap. Karena, aqidah-aqidah
atau paham-paham tersebut adalah produk
manusia yang memiliki
keterbatasan dalam hal pengetahuan dan kebijaksanaan.
Tidak ada bukti yang
menunjukkan hal itu dengan lebih jelas ketimbang fakta komunisme yang pernah
menggemparkan dan menghebohkan dunia.
Tidak lama setelah komunisme
mencapai puncak kejayaannya, tiba-tiba
ikatannya terlepas dan susunannya
berguguran di tangan para penganutnya sendiri.
10. Mengangkat Derajat Para Penganutnya
Barangsiapa
menganut aqidah Islam lalu pengetahuannya tentang aqidah itu meningkat,
pengamalannya terhadap konsekuensi aqidah pun meningkat, dan aktifitasnya untuk
mengajak manusia ke dalamnya juga meningkat, maka Allah akan mengangkat
derajatnya, menaikkan pamornya, dan menyebarluaskan kemuliaannya di tengah
khalayak, baik dalam skala individu maupun kelompok.
Hal itu karena aqidah yang benar
merupakan hal terbaik yang didapatkan
oleh hati dan dipahami oleh akal.
Aqidah yang benar akan membuahkan
pengetahuan yang bermanfaat dan
akhlak yang luhur. Orang yang
memilikinya akan mencapai puncak
keutamaannya, sempurna kemuliaannya, dan tinggi derajatnya di tengah-tengah
manusia.
Keutamaan sejati yang tidak
tertandingi oleh keutamaan manapun dan
kemuliaan tertinggi yang tidak
bisa dicapai oleh kemuliaan manapun,
sesungguhnya wujudnya adalah
upaya mencapai kesempurnaan dan
komitmen untuk menghiasi diri
dengan keutamaan dan membersihkan diri
dari kenistaan.
Kemuliaan seperti itulah yang
bisa mengangkat hati, menyucikan jiwa,
menjernihkan pandangan mata, dan
mengantarkan pemiliknya kepada
tujuan tertinggi dan tempat
terhormat. Dan kemuliaan itulah yang bisa
mengangkat umat ke puncak
kejayaan dan kemuliaan. Sehingga, kehidupan
yang baik bisa diraih di dunia
dan kebahagiaan yang kekal bisa dirasakan di
Akhirat.
Dasar dan pondasi
kemuliaan itu adalah aqidah yang benar yang
dibangun di atas pondasi iman
kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab
suci-Nya, para Rasul-Nya, hari
Akhir, takdir baik dan buruk, berikut
pekerjaan-pekerjaan hati yang
berporos pada kembali kepada Allah dan
tertariknya seluruh dorongan hati
kepada-Nya, disertai pelaksanaan
terhadap syariat-syariat yang
lahir, serta pemenuhan hak-hak seluruh
makhluk. [19]
Allah Ta’ala berfirman,
“Allah akan mengangkat
orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
11. Menjadi Penyebab Hadirnya
Pertolongan, Kemenangan dan
Kemapanan
Semua itu tidak mungkin terjadi
kecuali pada orang-orang yang memiliki aqidah yang benar. Merekalah orang-orang
yang menang, selamat, dan mendapatkan pertolongan. Sabda Rasulullah SAW,
“Senantiasa ada sekelompok orang dari umatku
yang membela kebenaran.
Mereka tidak terpengaruh oleh
orang yang melecehkan mereka. Sampai
datang keputusan Allah, sementara
mereka seperti itu.” (HR. Muslim, kitab
Al-Imaroh, 3/1524).
Barangsiapa menganut aqidah yang
benar, maka Allah akan memuliakannya, Dan barangsiapa meninggalkannya, maka
Allah akan menistakannya. Hal itu karena penyimpangan aqidah akan berdampak
paling signifikan dalam merusak eksistensi umat, memecah-belah kesatuannya, dan
membuat musuh-musuh menguasai mereka.
Kemudian umat yang melenceng dari
aqidahnya yang benar dan menyimpang dari minhaj agamanya yang lurus, mereka
tidak lama lagi akan segera jatuh dari ketinggiannya, meluncur dari puncak
kejayaannya, dan mendekati titik nadir kehancuran dan kebinasaannya.
Akibatnya, ia ditimpa kekerdilan sesudah
kebesaran, kemalasan sesudah kerja keras, kehinaan sesudahkejayaan, kejatuhan
sesudah ketinggian, kebodohan sesudah pengetahuan,perpecahan sesudah persatuan,
dan pengangguran sesudah keaktifan.
Hal itu bisa diketahui oleh
setiap orang yang membaca sejarah. Manakala
umat Islam menyimpang dari ajaran
agamanya, maka terjadilah apa yang
terjadi, sebagaimana yang terjadi
di Andalusia dan lain-lain. [20]
Apa yang membuat Andalusia melayang? Dan apa yang mendorong umat
Nashrani menguasainya dan
menistakan warganya? Apa pula yang membuatbangsa Tartar yang demikian perkasa
mampu melakukan serangan sporadis terhadap wilayah teritorial Islam, sehingga
mengakibatkan jatuhnya korbanjiwa yang hampir mendekati angka dua juta jiwa dan
menyebabkan runtuhnya singgasana khilafah Islamiyah? Dan apa pula yang menuntun
umatIslam mundur ke belakang dari pentas peradaban akhir-akhir ini,
sehingga menjadi beban bagi orang lain dan menjadi mangsa yang sangat mudah
bagimusuh-musuhnya yang telah berhasil menguasai mereka, menghalalkan daerah
terlarangnya dan menjarah kekayaannya?
Peristiwa-peristiwa itu
disebabkan sejumlah faktor, namun yang terutama
dan terpenting adalah
“penyimpangan aqidah”.
12. Selamat dan Sentosa
Karena As-Sunnah adalah bahtera
keselamatan. Maka barangsiapa berpegang teguh padanya, niscaya akan selamat dan
sentosa. Dan barangsiapa meninggalkannya, niscaya akan tenggelam dan celaka. [21]
13. Aqidah Islam adalah Aqidah
Persaudaraan dan Persatuan
Umat
Islam di berbagai belahan dunia tidak akan bersatu dan memiliki
kalimat yang sama kecuali dengan
berpegang teguh pada aqidah mereka dan mengikuti aqidah tersebut. Sebaliknya,
mereka tidak akan berselisih dan berpecah belah melainkan karena kejauhan
mereka dari aqidah itu dan penyimpangan mereka dari
jalannya.
Ini adalah fakta yang diketahui
dengan benar oleh musuh-musuh Islam pada masa lalu dan pada masa kini. Karena
itu, mereka telah –dan terus-menerus melakukan serangan dahsyat yang bertujuan
melemahkan aqidah yang tertanam di dalam jiwa umat Islam. Sehingga mereka akan
dilanda perpecahan (friksi) di antara
sesamanya dan barisan mareka dipenuhi dengan perselisihan.
Walhasil,
mereka akan mudah dikalahkan. Jihad maupun dakwah mereka pun akan
mudah dipatahkan.
14. Istimewa
Aqidah Islam adalah aqidah yang
istimewa, dan pemeluknya pun adalah orang-orang yang istimewa. Karena, jalan
mereka adalah lurus dan tujuan mereka jelas.
15. Melindungi Para Pemeluknya
dari Tindakan Serampangan,
Kekacauan dan Kehancuran
Karena, manhajnya satu.
Prinsipnya jelas, tetap, dan tidak berubah-ubah. Sehingga, pemeluknya pun
selamat dari tindakan mengikuti hawa nafsu dan tindakan serampangan dalam
membagi wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri), cinta dan kebencian. Hal
itu karena aqidah yang benar memberinya tolok ukur yang detil dan tidak pernah
salah. Walhasil, pemeluknya pasti selamat dari cerai-berai, tersesat jalan, dan
kehancuran. Mereka mengetahui siapa yang harus dijadikan sebagai teman dan
siapa yang harus diposisikan sebagai musuh. Ia juga tahu apa yang menjadi hak
dan kewajibannya.
16. Memberikan Ketenangan Jiwa
dan Pikiran kepada Para Pemeluknya
Tidak
ada kecemasan di dalam jiwa dan tidak ada kegalauan di dalam
pikiran. Sebab, aqidah ini bisa
menyambungkan seorang mukmin dengan
Penciptanya. Sehingga ia merasa
rela menjadikan-Nya sebagai Rabb Yang
Maha Mengatur dan sebagai Hakim
Yang Maha Menetapkan hukum. Walhasil, hatinya merasa tenang dengan
ketentuan-Nya, dadanya lapang menerima keputusan-Nya, dan pikirannya terang
dengan mengenal-Nya.
17. Selamat Tujuan dan Tindakan
Pemeluk
aqidah Islam selamat dari penyimpangan di dalam beribadah
kepada Allah, sehingga ia tidak
pernah menyembah dan berharap kepada
selain Allah. Berbeda dengan para
penganut aqidah lainnya; sebagian dari
mereka melakukan penyimpangan
dalam masalah ibadah. Anda bisa
menemukan mereka menyembah
kuburan dan menyampaikan kurban atau
nadzar kepadanya, seperti yang
dilakukan oleh kaum Rafidlah dan kalangan
sufi.
Di kalangan sebagian aliran sesat
dan paham yang destruktif, anda bisa
menemukan orang yang menyerahkan
kepemimpinannya kepada setan dan
mengikuti apa yang dibisikkan
setan kepada para pemimpin kekufuran dan
para dedengkot kesesatan.
18. Berpengaruh terhadap
Perilaku, Akhlak (Moralitas) dan Mu’amalah (Interaksi Sosial)
Aqidah
ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap hal-hal
tersebut. Karena, manusia
dikendalikan dan diarahkan oleh aqidah (ideologi) mereka.
Sesungguhnya penyimpangan di
dalam perilaku, akhlak, dan mu’amalah
merupakan akibat dari
penyimpangan di dalam aqidah. Karena perilaku –
pada ghalibnya- adalah buah dari aqidah
yang diyakini oleh seseorang dan
efek dari agama yang dianutnya.
Aqidah Islam memerintahkan kepada
para penganutnya agar mengerjakan
segala macam kebajikan dan
melarangnya dari segala macam keburukan. Ia
memerintahkan berbuat adi l dan
berjalan lurus, serta melarang berbuat
zhalim dan menyimpang.
Hal inilah yang –insya Allah-
akan dipaparkan dengan jelas pada pembahasan tentang karakteristik Ahli Sunnah
wal Jama’ah.
19. Mendorong Para
Pemeluknya untuk Bersikap Tegas dan Serius
dalam Segala Hal
Di
manapun ada peluang untuk mendapatkan i lmu yang bermanfaat dan
mengerjakan amal shalih, mereka
selalu bergegas mendatanginya dengan
harapan mendapatkan pahala.
Sebaliknya, di manapun ada peluang dosa,
mereka akan segera menjauhinya karena
takut akan siksa. Walhasil, kondisi masyarakat menjadi stabil karena salah satu
pondasi aqidah adalah iman kepada hari Kebangkitan dan balasan atas segala amal
perbuatan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan masing-masing orang
memperoleh derajat-derajat dengan apa yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al-An’am: 132)
20. Mengantarkan kepada
Pembentukan Umat yang Kuat
Umat (yang memeluk aqidah Islam)
akan mengorbankan apa saja untuk memperkokoh agamanya dan memperkuat
pilar-pilarnya. Mereka tidak
mempedulikan apa pun yang menimpa
mereka dalam rangka
memperjuangkan hal itu. Dan
mereka tidak akan gentar menghadapi orangorang yang suka menteror maupun
orang-orang yang suka melecehkan.
21. Membangkitkan Rasa Hormat
kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah di
dalam Jiwa Orang Mukmin
Hal itu karena orang mukmin
mengetahui bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah hak, benar, petunjuk dan
rahmat, sehingga di dalam jiwanya terbangun rasa hormat kepada keduanya dan
kesiapan untuk mengamalkannya.
22. Menyambungkan Orang Mukmin
dengan Generasi Salafush Shalih
Itulah
hubungan yang sangat mulia, karena kebaikan yang sepenuhnya baik adalah
mengikuti dan menelusuri jejak mereka. Maka tepat sekali apa yang dikatakan
oleh seorang penyair,
Segala kebaikan ada di dalam
mengikuti kaum Salaf
Dan segala keburukan ada di dalam
pengada-adaan (bid’ah) kaum khalaf.
23. Menjamin Kehidupan yang Mulia
bagi Para Pemeluknya
Di bawah naungan aqidah Islam
akan tercipta keamanan dan kehidupan yang mulia. Hal itu karena ia berdiri di
atas pondasi iman kepada Allah dan kewajiban untuk mengkhususkan ibadah kepada
Allah semata, tanpa
beribadah kepada yang lain. Tidak
ada keraguan bahwa hal itu merupakan
faktor penyebab terciptanya
keamanan, kebaikan, dan kebahagiaan di dunia dan Akhirat.
Sebab, keamanan
adalah kawan seiring iman. Sehingga
manakala iman tidak ada, keamanan
pun tidak ada.
Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman, mereka itulah
yang mendapatkan keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang
yang mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-
An’am: 82)
Jadi, orang-orang yang bertaqwa
dan beriman memi liki keamanan dan
petunjuk yang sempurna di masa
kini (dunia) dan di masa mendatang
(Akhirat). Sedangkan orang-orang
yang suka berbuat syirik dan maksiat
adalah orang-orang yang selalu
diliputi ketakutan. Mereka adalah orang yang paling pantas mendapatkannya.
Karena, mereka lah orang-orang yang setiap saat diancam dengan hukuman dan
siksaan.[22]
24. Membuat Hati Penuh Dengan
Tawakkal kepada Allah
Aqidah Islam memerintahkan kepada
setiap manusia agar hatinya selalu diliputi cahaya tawakkal kepada Allah.
Tawakkal, menurut istilah syara’
berarti menghadapkan hati kepada Allah
sewaktu bekerja seraya memohon
bantuan kepada-Nya dan bersandar hanya kepada-Nya. Itulah esensi dan hakikat
tawakkal.
Tawakkal terwujud dengan
melaksanakan sebab-sebab (usaha) yang
diperintahkan. Barangsiapa
mengabaikannya, maka tawakkalnya tidak sah.
Jadi, tawakkal tidak mengajak
kepada pengangguran atau mengurangi
pekerjaan.
Bahkan, tawakkal memiliki
pengaruh yang besar dalam memacu semangat
orang-orang besar untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan besar yang semula mereka kira kemampuan mereka dan
sarana-sarana pendukung yang ada tidak mampu menggapainya. Karena tawakkal
merupakan suatu sarana yang paling kuat dalam menggapai apa yang diinginkan dan
menolak apa yang tidak diinginkan.
Bahkan, secara mutlak, tawakkal
adalah sarana yang paling efektif untuk tujuan itu. Karena, bersandarnya hati
kepada kekuasaan, kemurahan, dan kelembutan Allah akan mengikis habis
kuman-kuman frustasi dan bibit-bibit kemalasan, lalu mengencangkan punggung
harapan dengan bisa menjadi bekal bagi setiap orang untuk menerobos ombak samudera
yang dalam dan menantang binatang buas yang ganas di dalam habitatnya.
Tawakkal yang paling agung adalah
tawakkal kepada Allah dalam mencari
hidayah (petunjuk), memurnikan
tauhid, mengikuti Rasulullah _,
memerangi Ahli kebati lan, dan menggapai apa yang dicintai dan diridhai oleh
Allah, seperti iman, yakin, ilmu, dan dakwah. Ini adalah tawakkal para Rasul
dan, para pengikutnya yang utama.
Tekad yang kuat dan benar yang
dibarengi dengan tawakkal kepada Allah
Penguasa segala sesuatu pastilah
akan berakhir dengan kebenaran dan
keberuntungan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Kaum manapun yang bisa
menggabungkan antara mengambil sebab-sebab
(ikhtiar) dengan tawakkal yang
kuat kepada Allah pasti memiliki bekal yang
cukup untuk hidup mulia dan
bahagia. [23]
25. Mengantarkan kepada Kejayaan
dan Kemuliaan
Aqidah
yang benar akan mengantarkan penganutnya kepada kejayaan dan kemuliaan, serta
keberanian secara lisan maupun perbuatan.
Jika seseorang merasa yakin bahwa
Allah adalah Tuhan Yang Maha Memberi Manfaat, Maha Mendatangkan bahaya, Maha
Memberi dan Maha Menahan, bahwa orang yang merasa mulia dengan-Nya adalah orang
yang mulia, sedangkan orang yang berlindung kepada selain Dia adalah orang yang
hina, dan bahwa semua makhluk butuh kepada Allah, sedangkan mereka tidak bisa
memberi manfaat ataupun mendatangkan bahaya, maka hal itu akan memberinya
kekuatan dengan izin Allah.
Membuatnya senantiasa berlindung
kepada-Nya, tidak
takut kepada selain-Nya, dan
tidak berharap melainkan dari kemurahan-Nya.
Apabila seseorang menyadari bahwa
apa yang ditakdirkan mengenainya
tidaklah akan meleset darinya,
dan apa yang meleset ditakdirkan darinya
tidaklah akan mengenainya, maka
jiwanya akan tenang. Hatinya akan
tenteram dan berserah diri kepada
Allah dalam segala hal.
Jika seseorang berserah diri
kepada Allah, maka ia akan mendapatkan
keamanan, dan rasa takut kepada
makhluk akan hilang dari hatinya. Karena ia telah meletakkan jiwanya di dalam
brankas yang kuat dan
menyembunyikannya di dalam sudut
yang kokoh, sehingga tidak bisa
dijamah oleh tangan-tangan musuh
yang jahil dan usil.
Dengan demikian, ia terbebas dari
perbudakan sesama makhluk. Ia tidak
menggantungkan hatinya kepada
makhluk manapun dalam upaya
mendatangkan keuntungan dan
menolak bahaya, melainkan hanya Allah
sajalah yang menjadi pelindung
dan penolong baginya. Ia meminta pertolongan dan bantuan kepada-Nya, sehingga
ia mendapatkan kecukupan
dari Tuhan dan kemudahan dalam
segala urusan yang tidak didapatkan oleh orang yang tidak memiliki aqidah ini.
Ia juga mendapatkan kekuatan hati yang tidak bisa digapai oleh orang yang tidak
mencapai derajatnya. [24]
26. Tidak Bertentangan dengan
Ilmu Pengetahuan yang Benar
Aqidah
Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang benar. Melainkan
mendukung, menganjurkan, dan menyerukannya kepada manusia. Karena ilmu
pengetahuan yang bermanfaat yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an
dan As-Sunnah -adalah semua ilmu
pengetahuan yang mengantarkan kepada tujuan-tujuan luhur dan membuahkan
buah-buah yang bermanfaat, baik dalam konteks dunia maupun Akhirat.
Jadi segala
sesuatu yang bisa menyucikan perbuatan, meningkatkan akhlak (moralitas), dan
menunjukkan kepada jalan yang benar- adalah ilmu yang bermanfaat.
Syariat Islam yang sempurna dan
universal telah memerintahkan untuk
mempelajari semua ilmu
pengetahuan yang bermanfaat. Seperti: Ilmu
Tauhid dan Ushuluddin, Ilmu Fiqih
dan Hukum, Ilmu-Ilmu Bahasa Arab, Ilmu Ekonomi, Ilmu Politik, Ilmu Perang, Ilmu
Perindustrian, Ilmu Kedokteran[25], dan ilmu-ilmu lainnya
yang berguna bagi individu maupun masyarakat.
Jadi, ilmu apa saja yang
bermanfaat –baik dalam bidang agama maupun
dunia- diperintahkan, dianjurkan,
dan didorong oleh syariat (Islam) untuk
dipelajari. Sehingga di dalamnya
tergabung ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
alam, ilmu-ilmu agama dan
ilmu-ilmu dunia. Bahkan syariat (Islam)
menjadikan ilmu dunia yang
bermanfaat sebagai bagian dari ilmu agama.
Oleh karena itu, tidak mungkin
terjadi kontradiksi antara fakta-fakta ilmiah
yang benar dengan teks-teks
syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang benar
dan terang.
Apabila realitas menunjukkan
sesuatu yang secara lahiriah terjadi
kontradiksi, maka boleh jadi
realitas itu hanyalah klaim yang tidak memiliki
fakta, atau nash yang dimaksud
tidak secara eksplisit menunjukkan
kontradiksi. Karena, nash yang
eksplisit (sharih) dan fakta ilmiah adalah dua hal yang sama-sama qath’iy
(pasti), sehingga tidak mungkin terjadi kontradiksi antara dua hal yang
sama-sama qath’iy.
Begitulah adanya. Dalam hal ini
sebagian orang dari kalangan Ahli ghuluw
(orang-orang ekstrem) dan Ahli
materi (kaum materialis) telah keliru. Orang-orang ekstrem membatasi diri
dengan sebagian ilmu agama hingga sedemikian rupa.
Sedangkan kaum materialis
membatasi diri dengan sebagian ilmu alam dan
menolak ilmu-ilmu lainnya.
Akibatnya, mereka menjadi atheis dan kafir.
Akal mereka kacau-balau. Akhlak
mereka rusak. Hasil ilmu pengetahuan
mereka menjadi produk yang
kering, tidak bisa memberikan nutrisi kepada
akhlak, dan tidak bisa menyucikan
akal maupun ruh. Walhasil, bahayanya
lebih besar daripada manfaatnya,
dan keburukannya lebih banyak ketimbang kebaikannya. Karena ia tidak dibangun
di atas pondasi agama yang benar dan tidak memi liki keterkaitan dengannya. [26]
27. Mengakomodasi Kepentingan
Ruh, Hati, dan Tubuh
Tidak ada aspek yang lebih
diunggulkan atas aspek lainnya, dan tidak ada
kepentingan merampas kepentingan
lainnya. Segala sesuatunya berjalan
dengan sangat cermat, harmonis,
dan seimbang. Kendati Islam memberikan
perhatian yang besar kepada aspek
penyucian jiwa dan peningkatannya ke
derajat keberuntungan, namun ia
tidak mengabaikan hak-hak indera
(tubuh). Islam memberikan
perhiasan dan kenikmatan kepada tubuh secara
adil.
Salah satu buktinya adalah
Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk mengerjakan apa-apa
yang diperintahkan kepada para Rasul.
Allah memerintahkan kepada mereka
untuk menyembah-Nya, mengerjakan
amal shalih yang diridhai-Nya,
mengkonsumsi makanan yang baik, dan
mengeksplorasi apa-apa yang
disediakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya di dalam kehidupan ini. Kemudian
Allah mendorong orang-orang yang
melaksanakan agama yang benar dan
aqidah yang sahih menuju keluhuran,ketinggian, dan kemajuan yang benar.
Barangsiapa mengetahui sebagian
dari karakter agama yang agung ini, maka ia akan mengetahui betapa besar
karunia Allah kepada seluruh makhluk. Dan barangsiapa membuang hal itu ke balik
punggungnya, maka ia akanterjerumus ke dalam kebatilan, kesesatan, kekecewaan,
kerugian, dan belenggu.
Karena, aqidah-aqidah lain yang bertentangan dengan
aqidah Islam –mulai dari kalangan Ahli
khurafat dan kaum paganis hingga kepada
kalangan atheis dan materialis-
semuanya menjadikan para penganutnya
seperti layaknya binatang, bahkan
lebih sesat dari binatang. Manakala
agama yang benar meninggalkan
hati, maka akhlak yang indah akan turut
meninggalkannya, dan tempatnya
akan diisi oleh akhlak yang nista.
Akibatnya, mereka terjerembab ke
dalam jurang yang paling rendah, dan konsentrasi terbesar mereka adalah
menikmati kebahagiaan hidup yang sesaat. [27]
28. Mengakui Peran Akal dan
Membatasi Bidang Garapnya
Aqidah
Islam menghormati akal yang sehat, menghargai perannya,
mengangkat kedudukannya, tidak
mengekangnya, dan tidak mengingkari
aktifitasnya.
Islam tidak merestui bilamana
seorang muslim memadamkan cahaya akalnya dan memilih taqlid buta dalam masalah
aqidah (dan lainnya) [28]
Islam justru meminta agar setiap
muslim mengamati kerajaan langit dan
bumi, merenungkan dirinya sendiri
dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang
ada di sekitarnya. Tujuannya,
supaya ia mengetahui rahasia-rahasia alam
semesta dan fakta-fakta
kehidupan. Melalui media itu pula ia bisa sampai
pada banyak masalah aqidah yang
berada di dalam batas-batas
kemampuannya.
Bahkan Islam menyampaikan kabar
buruk kepada orang-orang yang telah
menggunakan akal mereka dan
memilih mengikuti apa yang dilakukan oleh
leluhur mereka tanpa pemikiran,
perenungan, dan pengetahuan.
Kendati Islam memiliki pandangan
seperti ini terhadap akal, akan tetapi
Islam juga membatasi bidang garap
akal. Hal itu dilakukan dalam rangka
menjaga potensi akal agar tidak
tercerai-berai atau berantakan di balik
perkara-perkara ghaib yang tidak
mungkin diketahui dan ditemukan
hakikatnya oleh akal. Seperti
masalah dzat Tuhan, ruh, Surga, Neraka dan
sebagainya. Karena akal memiliki
bidang garap sendiri yang
memungkinkannya bekerja di sana . Jika ia mencoba
melangkah keluar dari
bidang ini, maka ia akan tersesat
dan bergentayangan di dalam kebingungan yang tidak bisa dikendalikannya.
Ruang lingkup akal adalah segala
sesuatu yang tampak dan konkrit. Sedangkan perkara-perkara ghaib yang abstrak bukanlah
bidang yang bisa dimasuki oleh akal. Akal juga tidak boleh keluar dari apa yang
ditunjukkan oleh nash-nash syar’i. [29]
29. Mengakui Perasaan Manusiawi
dan Mengarahkannya ke Arah yang
Benar
Perasaan adalah sesuatu yang
bersifat naluri (insting), dan setiap manusia
normal pasti memilikinya.
Sedangkan aqidah Islam bukanlah aqidah yang
dingin dan beku, melainkan aqidah
yang hidup. Ia mengakui perasaan
manusiawi dan menghargainya
dengan sebaik-baiknya. Tetapi, pada saat
yang sama, ia tidak melepaskan
kendali penuh kepadanya, melainkan
meluruskannya, mengangkat
derajatnya, dan mengarahkannya ke arah yang benar.
Sehingga menjadikannya
sebagai sarana kebaikan dan pembangunan,
bukan menjadi gancu penghancuran
dan perusakan.
Aqidah ini mengendalikan perasaan
cinta, benci, dan perasaan-perasaan
lainnya, kemudian membuat pemilik
perasaan-perasaan itu penuh
pertimbangan di dalam
tindakan-tindakannya, bersikap bijaksana di dalam
perilaku dan interaksi sosialnya.
Ia melakukan itu semua dengan bertitik
tolak pada kaidah bahwa Allah
melihatnya, mengamatinya, dan akan
memperhitungkan apa yang pernah
dilakukannya.
Sehingga, ia tidak mau
mencintai kecuali karena Allah,
tidak mau membenci kecuali karena Allah,
tidak mau memberi kecuali karena
Allah, dan tidak mau menahan kecuali
karena Allah. Walhasi l, ia tidak
akan terdorong oleh luapan rasa cinta atau
letupan amarah untuk melakukan
perbuatan yang tercela, perilaku yang
tidak bisa diterima, atau
tindakan yang melampaui batas-batas ketentuan Allah.
Tanpa aqidah ini, masyarakat akan
berubah menjadi masyarakat Jahiliyah
yang marak dengan kekacauan,
diliputi ketakutan dan kecemasan di
berbagai penjuru, dan para penghuni
berubah menjadi liar dan buas. Yang
ada di benak mereka hanyalah
membunuh, merampas, merusak, dan
menghacurkan.
Semua itu pernah
menjadi simbol yang sangat menonjol dan menjadi cirri khas masyarakat Jahiliyah
sebelum aqidah Islam menetap di dalam hati pemelukya. [30]
30. Secara Umum Aqidah Islam
Mampu Mengatasi Semua Problematika
Problematika perpecahan dan
pertikaian, problematika politik dan ekonomi,problematika kebodohan, kesehatan,
kemiskinan maupun yang lainnya.
Dengan
aqidah ini Allah telah mempersatukan hati yang bercerai-berai dan kecenderungan
yang bermacam-macam.
Dengan aqidah ini pula Allah membuat
umat Islam menjadi kaya sesudah mengalami kemelaratan.
Dan dengan aqidah ini Allah
mengajari mereka ilmu pengetahuan sesudah
terbelenggu kebodohan, membuka
mata mereka sesudah mengalami
kebutaan. Kemudian Allah memberi
mereka makan untuk menghindarkan
mereka dari kelaparan dan
menjamin keamanan mereka dari ketakutan. [31]
[1] ) Dinukil dari Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah : Mafhumuha
Khashaishuha wa Khashaishu
Ahliha karya Syaikh Muhammad Ibrahim
al-Hamd dan ditaqdim oleh al-Allamah Ibnu Bazz Rahimahullahu, Lihat Dakwah
At-Tauhid karya Al-Harras, hal. 252-257; Rasa’il fi Al-Aqidah karya Syaikh
Muhammad bin Utsaimin, hal. 43-44; Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah, hal. 29-34;
dan Wujub Luzum Al-Jama’ah wa Tarki At-Tafarruq, DR. Jamal bin Ahmad bin Basyir
Badi, hal. 286-287
[2] ) Lihat Ar-Rad Al-Kafi ‘Ala Mughalathati Ad-Duktur Ali Abdul
Wahid Wafi karya Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 211-216; Ushul Madzhab Asy-Syi ’ah Al-Imamiyah
Al -Itsnay ‘Asyariyah karya DR.Nashir Al-Qifari, 2/586, 588-609; dan Mas’alah
At-Taqrib Baina Ahli Sunnah wa Asy-Syi ’ah karya DR. Nashir Al-Qi fari, 1/247
[3] ) Tentang komunisme lihat Madzahib Fikriyah Mu’ashirah,
Muhammad Quthub, hal. 409; Al-Kaid Al-Ahmar, Abdurrahman Habankah Al -Maidani;
Asy-Syuyu’iyah fi Mawazin Al-Islam,
Labib As-Sa’id; dan Naqd Ushul
Asy-Syuyu’iyah, Syaikh Shalih bin Sa’ad Al -Luhaidan. Tentang sekularisme lihat
Al-Ilmaniyah DR. Safar bin Abdurrahman Al -Hawali, hal. 21-24,
132-134; dan Al-Ilmaniyah wa Tsimariha
Al-Khabitsah, Syaikh Muhammad Syakir Asy-Syarif
[4]
) Lihat
Al-Mahdi Haqiqah La Khurafah ,
Syaikh Muhammad bin Isma’il, hal. 14
[5]
) Lihat Al -Adillah wa Al-Qawathi ’ wa
Al-Barahin fi Ibthali Ushul Al-Mulhidin, Syaikh Ibnu Sa’di,
hal. 309
[6] ) Lihat Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, 1/36-38,
no. 8
[7]
) 8
Lihat Tarjih Asalib Al-Qur’an ‘Ala
Asalib Al-Yunan, Ibnul Wazir, hal. 21-22
[8] ) Lihat Al-Adillah wa Al-Qawathi ’ wa Al-Barahin, hal. 348
[9] ) 10 Al-Mujaz fi Al-Madzhib wa Al-Adyan Al-Mu’ashirah, DR.
Nashir Al-Aql, Dr. Nashir Al-Qifari,
hal. 124; Aqidah Al-Imamiyah Inda
Asy-Syi ’ah Al -Itsnay Asyariyah, DR. Ali As-Salus, hal. 80-
85; Aqidah Al-Imamah Inda Al-Ja’fariyah
fi Dlau’I As-Sunnah, As-Salus, Badzlu Al-Majhud fi
Musyabahati Ar-Rafidlah li Al-Yahud,
Abdullah Al-Jumaili, 2/456-467. Dan lihat Al-Khuthuth
Al-Aridlah, Muhibbuddin Al-Khathib,
tahqiq: Muhammad Malullah, hal. 69, Asy-Syi ’ah wa As-
Sunnah, Ihsan Ilahi Dzahir, hal. 66,
Asy-Syi ’ah Al-Imamiyah Al-Itsnay Asyariyah fi Mizan Al-
Islam, Rabi’ bin Muhammad As-Su’udi,
hal. 190-193, dan Al-Khumaini wa Tafdlilu Al -A’immah
‘Ala
Al-Anbiya’, Muhammad Malullah.
[10] ) 11 Lihat Hadzihi Hiya Ash-Shufiyah, Syaikh Abdurrahman Al
-Wakil, hal. 74-75; dan Al -Fikr
Ash-Shufi fi Dlau’I Al-Kitab wa
As-Sunnah, Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, hal. 38
[11] ) Lihat Dar’u
Ta’arudli Al-Aqli wa An-Naqli, 3/147, Al-Fi raq Baina Auliya’ Ar-Rahman wa
Auliya’ Asy-Syaithon, hal. 89; dan Ad-Durroh Al-Mukhtahsarah fi
Mahasin Ad-Diin Al-Islami,
Ibnu Sa’di, hal. 40
[12] ) Perjamuan Tuhan termasuk salah satu
keyakinan umat Nashrani yang sesat. Hakikatnya,
mereka beranggapan bahwa Yesus pernah
mengumpulkan murid-muridnya pada malam hari
sebelum penyalibannya. Konon, ketika
itu Yesus membagikan khamr (minuman keras) dan
roti kepada mereka. Yesus
memotong-motong roti itu dan membagikannya kepada mereka
untuk dimakan. Karena –menurut mereka-
khamr mengisyaratkan darah Yesus dan roti
mengisyaratkan jasadnya. Sehingga,
barangsiapa memakan roti dan meminum khamr di
gereja pada hari Paskah, maka makanan
dan minuman itu akan berubah wujud di dalam
dirinya. Jadi, seolah-olah ia
memasukkan daging dan darah Yesus ke dalam perutnya, dan
dengan demikian ia telah larut di dalam
ajaran-ajarannya.
Keyakinan ini merupakan suatu perkara
yang pasti ditolak oleh akal. Karena, mana mungkin
bisa digambarkan bahwa roti dan khamr
berubah wujud menjadi daging dan darah,
sementara orang-orang yang makan itu
merasakan cita rasa roti dan khamr pada umumnya?!
Dikatakan bahwa jasad Yesus itu satu,
sedangkan Perjamuan Tuhan berjumlah ribuan setiap
tahunnya dan tersebar di mana-mana.
Lantas, mana mungkin jasad dan darahnya bisa
dibagikan kepada semua orang?!
Sedangkan serti fikat pengampunan dosa
merupakan salah satu lelucon gereja dan ketololan
yang tidak akan sudi dilakukan oleh
orang yang sedikit berakal sehat.
Hal itu semacam pembagian Surga dan
memperjualbelikannya secara terbuka dengan
menulis serti fikat untuk para pembeli,
yang berisi perjanjian bahwa pihak gereja menjamin
pihak pembeli akan mendapatkan ampunan
atas dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang
akan datang, dan dibebaskan dari segala
bentuk kejahatan dan kesalahan yang lalu maupun
yang akan datang. Kemudian, apabila
pihak pembeli sudah menerima sertifikat pengampunan dosa dan
memasukkannya ke dalam tasnya, maka
sejak saat itu yang bersangkutan telah bebas
melakukan apa saja yang dilarang, dan dihalalkan baginya apa saja
yang semula
diharamkan. Lihat Al-Ilmaniyah, hal. 99, 110-111, dan Muhadlarat
fi An-Nashraniyah, Syaikh Muhammad
Abu Zahrah, hal. 114-115
[13] ) Al-Jawab
Ash-Shahih li Man Baddala Diin Al -Masih, Ibnu Taimiyah, 2/155. Dan lihat Al-
Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara, Ibnul Qayyim, hal. 321
[14] ) 15 Lihat Ar-Radd
‘Ala
Ar-Rafidlah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 31-32; dan At-
Tasyayyu’ wa Asy-Syi ’ah, Ahmad Al-Kasrawi, hal. 87
[15]
) Lihat
Al-Harakat Al-Bathiniyah fi Al-Alam Al-Islami, DR. Muhammad bin Ahmad
Al-Khathib,
hal. 365
[16] ) Lihat
An-Nushairiyah, DR. Suhair Al-Fiil, 2/93-103
[17] ) Lihat Al -Baha’iyah
Naqd wa Tahlil, Ihsan Ilahi Zhahi r, hal. 150; Aqidah Khatmi An-Nubuwwah, DR.
Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan, hal. 223; Al-Baha’iyah, Abdullah Al -Hamawi, hal.
31-38; Haqiqat Al-Babiyah wa Al-Baha’iyah, DR. Muhsin Abdul Hamid; dan
Al-Baha’iyah, Muhibbuddin Al-Khathib, hal. 14-15
[18] ) Lihat Tsabat
Al-Aqidah Al-Islamiyah Amama At-Tahaddiyat, Syaikh Abdullah Al-Ghunaiman
[19] ) Lihat Dzammu
Al-Furqah wa Al-Ikhtilaf di Al-Kitab wa As-Sunnah, Syaikh Abdullah Al-
Ghunaiman, hal. 15
[20]
) Lihat Tanzih Ad-Diin wa Hamalatihi wa Rijalihi, Ibnu Sa’di,
hal. 444; Al-Adillah wa Al-Barahin, hal. 303; dan Al-Adhomah, Muhammad Al
-Khadlir Husain, hal. 24
[21] ) 22 Lihat Naqdlu
Al-Mathiq, Ibnu Taimiyah, hal. 48
[22]
) Lihat
Fi Dhilli Asy-Syari ’ah Al-Islamiyah Yatahaqqaqu Al-Amnu wa Al -Hayat
Al-Karimah li
Al-Muslimin,
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hal. 306
[23]
) Lihat
Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 129-130; Al-Hurriyah fi Al-Islam, hal. 33; dan
Rosa’il Al - Ishlah, Muhammad Al-Khodlir Husain, 1/58,59,70
[24] ) Lihat Ar-Riyadl
An-Nadlirah, Ibnu Sa’di, hal. 8
[25] ) Tambahan dari
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
[26] ) Lihat Ad-Diin
Ash-Shahih Yahullu Jami ’al Masyakil, Syaikh As-Sa’di, hal. 20; Ad-Dala’il Al-
Qur’aniyah fi Anna Al-Ulum An-Nafi ’ah Dakhilah di Ad-Diin Al
-Islami, Ibnu Sa’di, hal. 6; dan
Majmu’ Fatawa wa Rosa’il, Syaikh Muhammad bin Utsaimin, 3/77
[27] ) Lihat Ad-Diin
Ash-Shahih Yahullu Jami ’al Masyakil, Syaikh As-Sa’di, hal. 16; Ad-Durroh Al - Mukhtasharah
fi Mahasin Ad-Diin Al-Islami, hal. 37-38; dan Al-Hurriyah fi Al-Islam, Syaikh Muhammad
Al-Khodlir Husain, hal. 41
[28] ) Tambahan dari
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
[29] ) Lihat Al-Aqidah Al-Islamiyah Baina Al-Aqli wa
Al-‘Athifah, DR. Ahmad Syari f, hal. 4, 74-79
[30] )
Lihat Al-Aqidah Al-Islamiyah Baina Al-Aqli wa Al-‘Athifah, DR. Ahmad
Syarif, hal. 4, 104-105
[31] ) Lihat Ad-Diin Ash-Shahih Yahullu Jami ’al
Masyakil, Syaikh As-Sa’di
0 Response to "30 hal Keistimewaan Aqidah Islam oleh Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd"
Post a Comment