Hadist sebagai Sumber Hukum


KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER      HUKUM

Hasil gambar untuk hadits sebagai sumber hukum islam

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetpai juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam. Di dalam Al-Quran dijelaskan umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantara ayatnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap Mu’min harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal: 20, Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur: 54, al-Maidah: 92).

2. Patuh kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah. (An-Nisa: 80, Ali ‘Imran: 31)

3. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).

4. Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).

Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an, juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. 

Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali kepada As_sunnah dalam menghadapi permasalahannya.

Asy-Syafi’i berkata;
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله ص م فقولوا بسنة رسول الله ص م ودعوا ما قلت
“apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”

Perkataan imam Syafi’I ini memberikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi Saw. Dan apa yang dikategorikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam akan Asy-Syafi’I ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.

Tetapi Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.

Untuk mengetahui  sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli;





1.      Dalil Al-Qur’an

Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang datang daripada Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah;
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi;
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (QS:Ali Imran:179)

Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:
Artinya;
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(QS:An-Nisa:136). 

Dalam kedua ayat di atas telah jelas bahwa kita sebagai umat Islam harus beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw), Al-Qur’ann, dan kitab yang diturunkan sebelumya. Dan pada akhir ayat Allah mengancam kepada siapa saja yang mengingkari seruannya.

Selain Allah Swt memerintahkan kepada umat Islam agar percaya kepada Rasulullah Saw. Allah juga memerintahkan agar mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang dibawanya. Tuntutan taat kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. Banyak ayat Al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.

Perhatikan firman Allahh Swt. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini:
Artinya:
            “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran : 32).

Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga berfirman:
Artinya:
            “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59).

Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:
Artinya:
“Katakanlah: "Ta'at kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".(An-Nur:54).

Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.

Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.





2.      Dalil Al-Hadits 

Dalam salah satu upesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله
(رواه الحاكم)
Artinya;
            “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Hakim)

Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.


0 Response to "Hadist sebagai Sumber Hukum"

Post a Comment

Popular Posts